LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUS


A.    DEFINISI
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. (Mochtar,2002). Aborsi adalah penghentian kehamilan atau pengeluaran produk konsepsi sebelum janin hidup. Janin biasanya dianggap mampu hidup setelah lima sampai enam bulan masa gestasi. (Brunner&Suddarth,2001). Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram. (Derek liewollyn dan Jones,2002).
Jadi, abortus (keguguran) adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan yang menurut para ahli ada sebelum usia 16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah 400 gram itu dianggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Amru sofian, 2012).

KLASIFIKASI
      1.      Abortus spontanea terjadi dengan tidak didahului factor – factor mekanis ataupun medialis, semata – mata disebabkan oleh factor – factor alamiah.
      2.      Abortus provokatus (induced abortion) terjadi karena sengaja dilakukan dengan memakai obat – obatan maupun alat – alat . abortus ini terbagi lagi menjadi:
a.       Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alas an bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b.      Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan – tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.



B.     ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus yaitu factor ovum itu sendiri, factor ibu, dan factor bapak (Amru sofian, 2012).
        1.      Kelainan ovum
a.       Ovum patologis
b.      Kelainan letak embrio
c.       Plasenta yang abnormal
       2.      Kelainan genitalia ibu
a.       Anomali congenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dll)
b.      Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata
c.       Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesterone atau estrogen, endometritis, mioma submukosa.
d.      Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola)
e.       Distorsio uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis
       3.      Gangguan sirkulasi plasenta
       4.      Penyakit-penyakit ibu:
a.       Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dll.
b.      Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alcohol,dll.
c.       Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia gravis
d.      Malnutrisi, avitaminosis, dan gangguan metabolism, hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E, diabetes mellitus
      5.      Antagonis rhesus
Darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga menjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
      6.      Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis
      7.      Perangsangan terhadap ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi seperti sangat terkejut, obat – obat uterotonika, katakulan laparatomi, dll.
      8.      Penyakit bapak, Lanjut usia, penyakit kronis.

C.    EPIDEMIOLOGI
Jumlah kasus aborsi di Indonesia ternyata sangat tinggi, 2,5 juta pertahun. Menurut penelitian WHO, 20-60 persen dilakukan secara sengaja (induced abortion). Artinya dalam setiap jam terjadi sekitar 300 tindakan pengguguran janin tidak aman yang beresiko menyebabkan kematian ibu. Kasus aborsi di perkotaan dilakukan secara diam-diam oleh tenaga kesehatan (70%), sedangkan di pedesaan dilakukan oleh dukun (84%). Klien aborsi terbanyak berada pada kisaran usia 20-29 tahun. Frekuensi aborsi sulit dihitung akurat. Karena, aborsi buatan sering tanpa dilaporkan kecuali terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat di rumah sakit. Tetapi, BKKBN memperkirakan ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi setiap tahun.
Hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan, 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh serius, sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan sifatnya untuk kepentingan diri sendiri
Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia.
Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per 100 kelahiran hidup (menurut hasil sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun)  atau 37 kasus aborsi per tahun per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun (berdasarkan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup) (Utomo, 2001). Sebuah studi yang dilakukan di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia mengestimasikan 25-60% kejadian aborsi adalah aborsi disengaja (induced abortion) (WHO, 1998).
Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden aborsi lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di pedesaan.  Setiap tahun lebih dari 2 juta kasus aborsi terjadi, lebih dari 1 juta kasus (53%) terjadi di perkotaan, di mana angka ini hanya mewakili 42% dari total keseluruhan. Di daerah perkotaan, 73% kasus-kasus aborsi dilakukan oleh ahli kebidanan, bidan, rumah bersalin dan klinik keluarga berencana (KB), sedangkan dukun hanya menangani 15% kasus aborsi. 
Di daerah pedesaan, dukun mempunyai peran yang dominan dalam memberikan pelayanan aborsi, kasus yang ditangani mencapai 84%.
Klien terbanyak berada pada kisaran usia 20-29 tahun baik di perkotaan (45,4%) maupun di pedesaan (51,5%).

E. MANIFESTASI KLINIS
Klinis Abortus Spontan
      1.      Abortus Immines (threatened abortion)
Keguguran tingkat permulaan. Keguguran belum terjadi sehingga kehamilan dapat dipertahankan dengan cara: tirah baring, gunakan preparat progesteron, tidak berhubungan badan, evaluasi secara berkala dengan USG untuk melihat perkembangan janin.
      2.      Abortus Insipien
Adalah proses keguguran yang sedang berlangsung sebelum kehamilan berusia 20 minggu dan konsepsi masih di dalam uterus. Ditandai dengan adanya rasa sakit karena telah terjadi kontraksi rahim untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Ostium bisa ditemukan sudah terbuka dan kehamilan tidak dapat dipertahankan.
       3.      Abortus Inkompletus (Keguguran bersisa)
Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta. Gejala: amenorea, sakit perut, mulas – mulas, perdarahan sedikit atau banyak, dan biasa berupa stolsel atau darah beku, sudah ada fetus atau jaringan yang keluar, tetapi jika perdarahan belum berhenti karena konsepsi belum keluar semua akan menyebabkan  syok. Ini terjadi sebelum kehamilan berusia 20 minggu.
      4.      Abortus Komplitus (Keguguran lengkap)
Artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rahim kosong.
      5.      Missed Abortion
Adalah keadaan dimana janin yang telah mati berada di dalam rahim sebelum berusia 20 minggu. Tetapi hasil konsepsi masih bertahan dalam kandungan selama 6 mingggu atau lebih. Dapat diketahui dengan USG.

F. TANDA DAN GEJALA
           1.      Secara Umum
a.       Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b.      Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
c.       Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
d.      Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
e.       Pemeriksaan ginekologi :
1)      Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
2)      Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3)      Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

           2.      Tanda dan gejala pada abortus Imminen :
a.       Terdapat keterlambatan datang bulan
b.      Terdapat perdarahan, disertai sakit perut atau mules
c.       Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim
d.      Hasil periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis, dan kanalis servikalis masih tertutup, dapat dirasakan kontraksi otot rahim
e.       Hasil pemeriksaan tes kehamilan masih positif

          3.      Tanda dan gejala pada abortus Insipien :
a.       Perdarahan lebih banyak
b.      Perut mules atau sakit lebih hebat
c.       Pada pemariksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba
         4.      Tanda dan gejala abortus Inkomplit :
a.       Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
b.      Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
c.       Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
d.      Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma)
5.   Tanda dan gejala abortus Kompletus :
a.       Uterus telah mengecil
b.      Perdarahan sedikit
c.       Canalis servikalis telah tertutup
           6.      Tanda dan gejala Missed Abortion :
a.       Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan maserasi janin
b.      Buah dada mengecil kembali

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
         1.      Tes Kehamilan
      Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
2.      Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3.      Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

            H.    KOMPLIKASI
       1.      Perdarahan (hemorrhage)
       2.      Perforasi: sering terjadi di waktu dilatasi dan kuratase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.
       3.      Infeksi dan tetanus
       4.      Payah ginjal akut
       5.      Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat atau sepsis

I.       PENANGANAN MEDIS
         
               1.      Abortus Imminens
a.       Tidak di perlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring secara total
b.      Anjurkan ibu untuk tidak melakukan aktivitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual
c.       Bila perdarahan :
1)      Berhenti : melakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi
2)      Terus berlangsung : nilai kondisi janin ( uji kehamilan USG), lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola)
3)      Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas , pemantauan hanya dilakukan melalui gejala klinis dan hasil pemeriksaan ginekologi

               2.      Abortus insipein
a.       Dilakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum manual (AVM) setelah bagian-bagian janin dikeluarkan. Bila usia gestasi ≥ 16 minggu evakuasi dilakukan dengan prosedur dilatasi dan kuretase (D x K )
b.      Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu , lakukan tindakan pendahuluan dengan :
1)      Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi
2)      Ergometri 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian
3)      Misopiostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal
4)      Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D x K ( hati-hati resiko perforasi).
  
          3.      Abortus Inkomplit
a.       Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi ) kenali dan atasi setiap komplikasi ( perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)
b.      Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang dapat dikeluarkan secara digital atau cunam cavum,setelah itu evaluasi perdarahan
1)      Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral
2)      Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa konsepsi dengan AVM dan D x K (pilihan tergantung dari usia gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan bagian-bagian janin )
c.       Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik profilaksis (ampicilin 500 mg oral atau doksosiklin 100 mg)
d.      Bila terjadi infeksi , beri ampicilin 1 gr dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam
e.       Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16 minggu segera lakukan evakuasi dengan AVM
f.       Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas fevosus 600 mg perhari selama 2 minggu ( anemia sedang), transfusi darah ( anemia berat )

Pada beberapa kasus, abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus tidak aman, oleh sebab itu perhatikan hal-hal berikut :
a.       Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus atau cedera intra-abdomen ( mual/muntah, nyeri punggung,demam, perut kembung,nyeri perut bawah, dinding perut tegang )
b.      Bersihkan ramuan tradisional , jamu, bahan kosmetik,kayu atau benda-benda lainnya dari regio genitalia
c.       Berikan bosfer tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau kanalis serviks dan pasien pernah imunisasi
d.      Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus ( ATS) 1500 unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu
e.       Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan pemantauan lanjut

          4.      Abortus Komplit
a.       Apabila kondisi klien baik, cukup diberi tablet ermogetrin 3x1 tablet/hari untuk 3 hari
b.      Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu di sertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar,ikan, daging,telur) untuk anemia berat berikan transfusi darah
c.       Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotika atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotik profilaksis

          5.      Abortus Infeksiosa
a.       Kasus ini berisiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang memadai, rujuk pasien kerumah sakit
b.      Sebelum merujuk pasien, lakukan restorasi cairan yang hilang dengan Ns atau RL melalui infus dan berikan antibiotik ( misalnya ampicilin i gr dan metronidazol 500 mg)
c.       Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT
d.      Pada fasilitas kesehatan yang lengkap dengan perlindungan antibiotika berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat dilakukan pengobatan uterus sesegera mungkin ( lakukan secara hati-hati karena tingginya kejadian perforasi pada kondisi ini)

              6.      Missed abortion
Missed abortion seharusnya ditangani dirumah sakit atas pertimbangan :
a.       Plasenta dapat melekat sangat erat didinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi
b.      Pada umumnya kanalis servisis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam
c.       Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah ( prawirohardjo. 2002 )





Tidak ada komentar:

Posting Komentar