LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI


A.  Konsep Dasar Penyakit
  1. Pengertian
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau distolik yang tidak normal. (Sylvia A. Price (1995), hal. 533)
Hipertensi didefinisikan peningkatan tekanan sistolik diatas standar dihubungkan dengan usia. Tekanan darah dipengaruhi oleh kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan tahanan dinding vaskuler (TD = SVX HR X TPR). Batasan nilai sistole dan diastole dikatakan hipertensi.
a)    Menurut WHO 1978
                                     Tekanan               Tekanan
                                     Sistole (mmHg)    Distole (mmHg)
-      Normal                      £ 140                   £ 90
-      Hipertensi                 141 – 159             91 – 94
     Borderline
-      Hipertensi                 ³ 160                   ³ 95
Difinite                    
b)   INCV (1992)
                                     Tekanan               Tekanan
                                     Sistole (mmHg)    Distole (mmHg)
-      Normal                      < 130                   < 85
-      Normal tinggi            130 – 139             85 – 89
-      Hipertensi TK I         140 – 159             90 – 99
(Ringan)
TK II (Sedang )              160 – 179             100 – 109
TK III (Berat)                180 – 209             110 – 119
TK IV (Sangat Berat)     ³ 210                   ³ 120
  1. Epidemiologi/insiden kasus
-      Kira-kira 10% sampai 15% kasus hipertensi yang tak dirawat akan berkembang menjadi gagal ginjal.
  1. Penyebab
a.    Kelainan ginjal
-      Glamerulonefritis akut (GNA)
-      Glomerulonefritis kronis (GNC)
-      Pylonenefritis kronis (PNC)
-      Penyempitan arteri renalis
b.    Kelainan hormon
-      Diabetes melitus
-      Pil KB
-      Phaecromacytoma (tumor adrenal)
c.    Kelainan neurologis
-      Polinueritis
-      Polimyelitis
d.   Lain-lain
-      Obat-obatan
-      Preeklamsi
-      Koartasio aorta
  1. Fatofisiologi
Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan obat-obatan dan faktor keturunan, faktor umur. Faktor penyebab diatas dapat berpengaruh pada sistem saraf simpatis. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem jarak simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi kelenjar adrenal terangsang, vasokonstriksi bertambah. Medula adrenal mensekresi epinofrin menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat respons vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal merangsang pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiptensin I dan diubah menjadi angiotensin II yang mengakibatkan retensi natrium dan air yang menimbulkan odema. Vasokontriksi pembuluh darah juga mengakibatkan peningkatan tahanan perifer, meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan berkompensasi untuk meningkatkan curah jantung mengalami penurunan. Hal ini mempengaruhi suplai O2 miokardium berkurang yang menimbulkan manifestasi klinis cianosis, nyeri dada/ angina, sesak dan juga mempengaruhi suplai O2 ke otak sehingga timbul spasme otot sehingga timbul keluhan nyeri kepala/pusing, sakit pada leher. Tingginya tekanan darah yang terlalu lama akan merusak pembuluh darah diseluruh tubuh seperti pada mata menimbulkan gangguan pada penglihatan, jantung, ginjal dan otak karena jantung dipaksa meningkatkan bebab kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah. Diotak tekanan darah tinggi akan meningkatkan tekanan intra kranial yang menimbulkan manifestasi klinis penurunan kesadaran, pusing, mual/muntah dan gangguan pada penglihatan kadang-kadang sampai menimbulkan kelumpuhan.

WOC




  1. Klasifikasi
a.    Berdasarkan WHO
Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Distolik (mmHg)
Normotensi
< 140
< 90
Hipertensi ringan
140 – 180
90 – 105
Hipertensi perbatasan
140 – 160
90 – 95
Hipertensi sedang dan berat
> 180
< 150
Hipertensi sistolik terisolasi
> 140
< 90
Hipertensi sistolik pembatasan
140 – 160
< 90

b.    Berdasarkan penyebab
Hipertensi dapat dibedakan menjadi 2
1)   Hipertensi primer atau esensial/idiopatik merupakan bagian terbesar (90%) dari penderita hipertensi. Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi ada faktor risiko yang mempengaruhi yaitu genetic, lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf simpatik, obesitas, alkohol, merokok serta polisemia.
2)   Hipertensi sekunder/renal, penyebab pasti diketahui seperi
a)    Penyakit ginjal
-      Stenosis arteri renal
-      Pyelonefritis kronik
-      Glomerulonefritis
-      Tumor ginjal
-      Penyakit batu ginjal dan bendungan saluran kemih
-      Terapi radiasi yang mengenai ginjal
b)   Kelainan endokrin
-      Aldosteronisme
-      Syndrome chusing
c)    Obat-obatan
-      Kontrasepsi oral
-      Kortikosteroid
-      Eritropoetin
-      Kokain
3)   Berdasarkan the sixth report of the joint nation committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure, 1997.
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diatolik
Normal
< 130
< 85
Pembatasan
130 – 139
85 – 89
Hipertensi tingkat 1
140 – 159
90 – 99
Hipertensi tingkat 2
160 – 179
100 – 109
Hipertensi tingkat 3
³ 180
³ 110

  1. Gejala Klinis
a.    Sakit kepala
b.    Pusing
c.    Lemas
d.   Sesak nafas
e.    Kelelahan
f.    Kesadaran menurun
g.    Gelisah
h.    Mual, muntah
i.     Kelemahan otot
j.     Nyeri dada/angina


  1. Pemeriksaan Fisik
Melalui pemeriksaan fisik didapatkan : kulit tampak pucat, sianosis, tampak sesak, terdapat odema pada ekstermitas, peningkatan tekanan darah, nadi, respirasi. Pada bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4 (pengerasan ventrikel kiri/hipertrori ventrikel kiri), terdapa murmur stenosis valuular.
  1. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a.    Pemeriksaan laboratorium
-      Hemoglobin/hematokrit: bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume caian-cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
-      BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
-      Glukosa: hiperglikemia
-      Kalium serum: hipokalemia
-      Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium
-      Kolesterol dan trigeliselida serum mengalami peningkatan
-      Kadar aldosteron urin/serum
-      Urinalisa: darah, protein, glukosa
-      Asam urat : hiperurisemia

b.    EKG
Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri. Adanya penyakit jantung koroner atau aritmia.
c.    Ekokardiogram:
Tampak penebalan dinding ventrikel kiri, kemungkinan juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik.
d.   Foto rontgen
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung vaskularisasi atau corta yang lebar.
  1. Diagnosis/kriteria diagnosis
Klien dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
  1. Therapi/Tindakan Penanganan
a.    Pengobatan dan farmakologi
1)   Perubahan cara hidup
2)   Mengurangi asupan garam dan lemak
3)   Mengurangi asupan alkohol
4)   Berhenti merokok
5)   Mengurangi berat badan bagi penderita obesitas
6)   Olahraga teratur
7)   Menghindari ketegangan
8)   Istirahat cukup
9)   Berdoa
b.    Pengobatan farmakologi
-      Diuretik
-      Inhibitor adrenergic
-      Vasodilator
-      Penghambat enzim pengubah angiotensin
-      Antagonis calsium

B.   Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Hipertensi
  1. Pengkajian
a.    Data Obyektif
1)   Pasien mengatakan punya riwayat hipertensi, penyakit jantung, kencing manis, riwayat penyakit ginjal.
2)   Pasien mengeluh adanya bengkak pada tangan dan kaki
3)   Pasien mengeluh pusing/sakit kepala
4)   Pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan
5)   Pasien mengeluh nyeri pada dada
b.    Data obyektif
1)   Adanya peningkatan tekanan darah (pengukuran serial)
2)   Kulit pucat, cianosis
3)   Pasien tampak gelisah, otot muka tegang, mata kemerahan
4)   Adanya odema ekstremitas.
  1. Diagnosa keperawatan
a.    Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
b.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
c.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air
d.   Perbahan perfusi serebral berhubungan dengan hemorogi risiko tinggi.
e.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
f.    Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2
g.    Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai O2
h.    Gangguan sensori perseptual: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori
i.     Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan struktural pada arteri dan vena
j.     Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


4.    Intervensi
No
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
1
2
3
4
1
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral pasien melaporkan kekakuan leher, pusing
1.    Mempertahankan tirah baring selama fase akut
1.   Meminimalkan stimulasi/meningkat-kan relaksasi


2.    Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misal kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, ditraksi) dan aktivitas waktu senggang.

2.   Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat/ memblok respons  simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.



3.    Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, mis., mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
3.   Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral



4.    Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
4.   Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.



5.    Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau
5.   Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung dapat mengnganggu menelan atau membutuhkan

1
2
3
4


kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan
napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengringkan membran mukosa


6.    Kolaborasi dalam pemberian obat: analgesik, antiansietas
6.   Menurunkan/ mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis.

2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien mengeluh sulit untuk bergerak.
1.   Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di atas frekuensi istirahat: peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.

1.   Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stres aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.


2.   Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis., menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.

2.   Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.







1
2
3
4


3.   Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

3.   Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

3
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air ditandai dengan odema.
1.   Pantau pemasukan/pengeluaran Hitung keseimbangan cairan, catat kehilangan tak kasat mata. Timbang berat badan sesuai indikasi.

1.      Evaluator langsung status cairan. Perubahan tiba-tiba pada berat badan dicurigai kehilangan/ retensi cairan.

2.   Evaluasi turgor kulit, kelembaban membran mukosa, adanya edema dependen/umum.
2.      Indikator langsung status cairan/perbaikan ketidakseimbangan




3.   Pantau tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan). Auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels.

3.      kekurangan cairan mungkin dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi, karena jantung mencoba untuk mempertahankan curah jantung. Kelebihan cairan/terjadinya gagal mungkin dimanifestasikan oleh hipertensi, takikardi, takipnea, krekels, distres pernapasan.




1
2
3
4


4.   Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat jadwal 24 jam dan rute yang digunakan. Pastikan miuman/makanan yang disukai pasien.
4.      Tergantung pada situasi, cairan dibatasi atau diberikan terus. Pemberian informasi melibatkan pasien pada pembuatan jadwal dengan kesukaan individu dan meningkatkan rasa terkontrol dan kerjasama dalam program



5.   Hilangkan tanda bahaya dan ketahui dari lingkungan. Berikan kebersihan mulut yang sering.

5.      Dapat menurunkan rangsang pusat muntah.


6.   Anjurkan pasien untuk minum dan makan dengan perlahan sesuai indikasi.
6.      Dapat menurunkan terjadinya muntah bila mual.




7.   Kolaborasi dalam pemberian cairan IV melalui alat kontrol
7.      Cairan dapat dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi

4
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi ditandai dengan pasien mengalami penurunan.
1.      Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab khusus selama koma/ penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
1.      Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan/kemungduran tanda/gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan



1
2
3
4



pembedahan dan/atau pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.



2.      Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya/standar.
2.      Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SPP. Dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi trombosis CVS baru.



3.      Pantau tanda-tanda vital, seperti catat
3.      Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak.



4.      Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
4.      Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.



5.      Pertahankan keadaan tirah baring: ciptakan lingkungan yang tenang: batasi pengunjung/aktivitas
5.      Aktivitas/stimulasi yang kontinyu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin
1
2
3
4


pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.

diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.


6.      Cegah terjadinya mengejan saat defekasi, dan pernapasan yang memaksa (batuk terus-menerus).

6.      Manuver Valsalva dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya perdarahan.


7.      Berikan oksigen sesuai indikasi
7.      Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi  serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya edema.

5
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
1.      Kaji/catat pemasukan diet

1.      Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (contoh mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan.



2.      Berikan makan sedikit dan sering
2.      Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.menurunnya peristaltik.
1
2
3
4


3.      Berikan pasien/orang terdekat daftar makanan/cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pilihan menu.

3.      Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dari rumah dapat meningkatkan napsu makan.



4.      Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut mulut diantara makan.
4.      Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonia yang dibentuk oleh perubahan urea.



5.      Timbang berat badan tiap hari
5.      Pasien puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.

6
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 ditandai dengan perubahan kecepatan
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal.
1.      Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sebakut). Kedalaman



1
2
3
4



pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/atau nyeri dada pleuritik.


2.      Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti krekels, mengi, gesekan pleural.
2.      Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan.



3.      Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk. Penghisapan per oral atau nasotrakeal bila diindikasikan.
3.      Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernapas.



4.      Bantu pasien mengatasi takut/ansietas (rujuk DK: Ketakutan/Ansietas (Uraikan Tingkatan), hal. 181.
4.      Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan ketidak mampuan bernapas/terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan.




1
2
3
4


5.      Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.
5.      Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas. Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan. Memudahkan upaya pernapasan dalam dan meningkatkan drainase sekret dari segmen paru kedalam bronkus, dimana dapat lebih mempercepat pembuangan dengan batuk/penghisapan.

7
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai O2 ditandai dengan sianosis

1.      Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
1.      Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upata peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan/atau peningkatan regangan jantung kanan. Bunyi jantung ekstra, mis., S3 dan S4 terlihat sebagai peningkatan kerja jantung/terjadinya dekompensasi.




1
2
3
4


2.      Observasi perubahan status mental.
2.      Gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motor dapat menunjukkan gangguan alian darah, hipoksia, atau cedera vaskuler serebral (CVS) sebagai akibat emboli sistemik.



3.      Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
3.      Kulit pucat atau sianosis, kuku, mebran bibir/lidah; atau dingin, kulit burik menunjukkan vasokonstriksi perifer (syok) dan/atau gangguan aliran darah sistemik.



4.      Ukur haluaran urine dan catat berat jenisnya.
4.      Syok lanjut/penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal. Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis normal atau meningkat.



5.      Evaluasi ekstremitas untuk adanya/tak ada/kualitas nadi. Catat nyeri tekan betis/pembekakan.
5.      EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda (pelvis atau kaki). Tanda dan gejala mungkin tak tampak.




1
2
3
4


6.      Tinggikan kaki/telapak bila ditempat tidur.kursi. dorong pasien untuk latihan kaki dengan fleksi/ ekstensi kaki pada pergelangan kaki. Hindari menyilangkan kaki dan duduk atau berdiri terlalu lama. Pakai/tunjukan bagaimana menggunakan atau melepas stoking bila digunakan .

6.      Tindakan ini dilakukan untuk menurunkan statis vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkankan risiko pembentukan trombus.


7.      Kolaborasi dalam pemberian cairan (IV/per oral) sesuai indikasi
7.      Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hipervikositas darah (potensian pembentukan trombus) atau mendukung volume sirkulasi/perfusi jaringan.

8
Gangguan sensori perseotual : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan

1.      Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.

1.      Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.

1
2
3
4


2.      Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
2.      Gangguang penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan. Catatan: iritasi lokal harus dilaporkan ke dokter, tetapi jangan hentikan penggunaan obat sementara.


3.      Letakan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang tak dioperasi.
3.      Memungkinkan pasien melighat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk perolongan bila diperlukan.

9
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan struktural pada arteri dan vena ditandai dengan nyeri dada, cianosis.

1.      Auskultasi nadi apikal; kaji frekuensi, irama jantung

1.      Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.



2.      Catat bunyi jantung
2.      S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.



1
2
3
4


3.      Palpasi nadi perifer
3.      Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilanga tau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.



4.      Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
4.      Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yangs akit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.



5.      Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.
5.      Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat



1
2
3
4



meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.



6.      Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi, cemas, dan depresi.
6.      Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.



7.      Berikan istiarhat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi.
7.      Istirahat fisik harus dipertahankan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan.



8.      Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang; menjelaskan manajemen medik/keperawatan; membantu pasien menghindari situasi stres, mendengar/ berespons terhadap ekspresi perasaan/takut.

8.      Stres emosi menghasilkan vasokontriksi, yang meningkatkan TD dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung.


9.      Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respons valsalva, contoh mengejan selama defekasi,
9.      Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi atau kerja keras menggunakan bedpan. Manuver Valsalva



1
2
3
4


menahan napas selama perubahan posisi.
menyebabkan rangsa vagal diikuti dengan takirkardi, yang selanjutnya berpengaruh pada fungsi jantung/curah jantung.



10.  Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi.

10.  Menurunkan statis vena dan dapat menurunkan insiden trombus/pembentukan embolus.


11.  Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas.
11.  Menurunnya curah jantung, bendungan.statis vena dan tirah baring lama meningkatkan risiko tromboflebitis.



12.  Jangan beru preparat digitalis dan laporkan dokterbila perubahan nyata terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis.

12.  Insiden toksisitas tinggi (20%) karena sempitnya batas antara rentang terapeutik dan toksik. Digoksin harus dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar kalium rendah.



13.  Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi
13.  Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.




1
2
3
4
10
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan pasien gelisah
1.      Jelaskan tujuan tes dan prosedur, contoh tes stres.

1.      Menurunkan cemas dan takut terhadap diagnosa dan prognosis.



2.      Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut, contoh menolak, depresi, dan marah. Biarkan pasien/orang terdekat mengetahui ini sebagai reaksi nromal. Catat pernyataan masalah, conroh ”serangan jantung tak dapat dielakan”
2.      Perasaan tidak diekspresikan dapat menimbulkan kekacauan intenal dan efek gambaran diri. Pernyataan masalah menurunkan tegangan, mengklarifikasi tingkat koping, dan memudahkan pemahaman perasaan.



Adanya bicara tentang diri negatif meningkatkan tingkat cemas dan eksaserbasi serangan angina.



3.      Dorong keluarga dan teman untuk menganggap pasien seperti sebelumnya.
3.      Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keluarga dan kerja tidak berubah.



4.      Beritahu pasien program medis yang telah  dibuat untuk menurunkan/membatasi serangan akan datang dan meningkatkan   stabilitas jantung
4.      Mendorong pasien untuk mengontrol tes gejala (contoh, tak ada angina dengan tingkat aktivitas tertentu). Untuk meningkatkan kepercayaan pada program medis dan mengintegrasikan kemampuan dalam persepsi diri.


5.    Evaluasi
a.    Dx 1
Karakteria hasil yang diharapkan :
1)    Melaporkan nyeri/ketidaknyaman hilang/terkontrol
2)    Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
3)    Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
b.    Dx 2
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ diperlukan.
2)   Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
3)   Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
c.    Dx 3
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan/haluaran, berat stabil,  tanda vital dalam batas normal dan tak ada edema.
2)   Menyatakan hilangnya mual dan tak adanya muntah


d.   Dx 4
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
2)   Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tak adanya tanda-tanda peningkatan TIK
3)   Menunjukkan tidak ada kelanjutan kekambuhan
e.    Dx 5
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti ayng diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.
f.    Dx 6
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalam dalam rentang normal dan paru jelas/bersih/
2)   Berpartisipasi dalam aktivitas/perilaku meningkatkan fungsi paru.
g.    Dx 7
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Menunjukkan peningkatan perfusi sesuai secara individual, status mental biasa/normal irama jantung/frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal, tak adanya sianosis sentral/perifer, kulit hangat/kering, haluaran urine dan berat jenis dalam batas normal.
h.    Dx 8
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2)   Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
3)   Mengidentifikasikan/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
i.     Dx 9
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan
2)   Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan
3)   Mempertahankan TD dalam parameter normal
j.     Dx 10
Kriteria hasil yang diharapkan :
1)   Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi
2)   Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat
3)   Menyatakan masalah tentang efek penyakit pada pola hidup, posisi dalam keluarga dan masyarakat
4)   Menunjukkan strategi koping efektif/keterampilan pemecahan masalah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar