A.
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
PENGERTIAN
Pre-Eklampsia
Preeklampsia adalah sekumpulan
gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari
hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih
(Rustam Muctar, 1998 ).
Pre-eklamsia adalah penyakit dengan
tanda – tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Penyakit ini umumnya timbul pada tri wulan ke tiga kehamilan, tetapi dapat
sebelumnya, misalnya karena mola hidatidosa (Winknjosastro.1977 ; 282).
Preeklampsia (Toksemia Gravidarum) adalah
tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih)
atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai
akhir minggu pertama setelah persalinan. (Manuaba
( 1998)).
Preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000).
Preeklampsia adalah toksemia pada
kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema, dan proteinuria. ( kamus saku kedokteran Dorland).
Pre-eklampsia adalah kelainan
multiorgan spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hipertensi,
edema dan proteinuria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler
atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 20 minggu. (Obgynacea
2009). (Nanda NIC NOC 2013).
Eklampsia
Eklampsia adalah kelainan pada masa
kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya
kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Secara eksklusif eklampsia merupakan
penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa
subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita
yang berumur lebih dari 35 tahun. (Sarwono,
2005).
Eklamsia adalah terjadinya kejang
pada seorang wanita dengan pre eklamsia yang tidak dapt disebabkan oleh hal
lain. (Cunningham, 2005).
Eklamsia adalah pre eklamsia yang
disertai kejang-kejang, kelainan akut pada ibu hamil. (Maimunah, 2005).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan
yg ditandai dengan peningkatan TD (S > 180 mmHg,D > 110
mmHg),proteinuria,oedema,kejang dan/atau penurunan kesadaran. (Obtetri
Patologi,R. Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).
2.
ETIOLOGI
Apa yang menjadi penyebab
preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah terdapat
banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat
diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
a. Sebab bertambahnya frekuensi pada
primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
b. Sebab bertambahnya frekuensi dengan
makin tuanya kehamilan.
c. Sebab dapat terjadinya perbaikan
keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
d. Sebab jarangnya terjadi eklampsia
pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
e. Sebab timbulnya hipertensi, edema,
proteinuria, kejang, dan koma. Penyebab PIH tidak diketahui; namun demikian,
penelitian terakhir menemukan suatu organisme yang disebut hydatoxi lualba.
Factor
risiko yang terjadi pada pre-eklampsia dan eklampsia, yaitu:
a. Kehamilan pertama (Primigravida)
b. Riwayat keluarga dengan
pre-eklampsia atau eklampsia
c. Pre-eklampsia pada kehamilan
sebelumnya
d. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun
e. Wanita dengan gangguan fungsi organ
(diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)
f. Hidrops Fetalis
g. Kehamilan kembar
h. Obesitas
i.
Hipertensi Essensial Kronik
j.
Polihidramnion
3.
PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia terdapat penurunan
aliran darah. Perubahan ini menyebabkan prostaglandin plasenta
menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus ,
merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan
pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi
fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan
aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan
darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang
di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan
perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme
bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi
darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada
organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan
plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan
selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang
meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan
terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada
darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah
pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,sedangkan
sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada
paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal,
perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema
paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati,
vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan
kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan
diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh
aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi
cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan
diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol
pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap protein
akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi
oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan
terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa
keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat
akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya
menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan
terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada
plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu
timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko
gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula
oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf
simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus
gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan
ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan
timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob
menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan
pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang
diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang
pengetahuan.
4.
KLASIFIKASI
Pre-Eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai
berikut :
a.
Pre-Eklampsia Ringan
Bila disertai keadaan sebagai
berikut:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan
muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu.
3) Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau
lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b.
Pre-Eklampsia Berat
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau
lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per
liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang
dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral, gangguan
visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis.
Eklampsia dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu sebagai berikut :
a.
Eklampsia
Gravidarum
1) kejadian 150 %
sampai 60 %
2) serangan
terjadi dalam keadaan hamil
b.
Eklampsia
Parturientum
1) Kejadian
sekitar 30 % sampai 35 %
2) Saat sedang
inpartu
3) Batas dengan
eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inpartu.
c.
Eklampsia
Puerperium
1) Kejadian jarang
2) Terjadinya
serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.
5.
GEJALA KLINIS
Diagnosis
eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preaklampsia disertai kejang
atau koma, sedangkan bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah
satu gejalanya, yaitu sebagai berikut:
a. Nyeri kepala hebat pada bagian depan
atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang
abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan
pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
b. Gangguan penglihatan pasien akan melihat
kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan
sementara.
c. Iritabel ibu merasa gelisah dan
tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
d. Nyeri perut pada bagian ulu hati
yang kadang disertai dengan muntah
e. Gangguan pernafasan sampai cyanosis
f. Terjadi gangguan kesadaran
6.
PEMERIKSAAN FISIK
7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a)
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan
hapusan darah
a. Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan
atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
b. Hematokrit meningkat ( nilai rujukan
37 – 43 vol% )
c. Trombosit menurun ( nilai rujukan
150 – 450 ribu/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan
protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati
a. Bilirubin meningkat ( N= < 1
mg/dl )
b. LDH ( laktat dehidrogenase )
meningkat
c. Aspartat aminomtransferase ( AST )
> 60 ul.
d. Serum Glutamat pirufat transaminase
( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
e. Serum glutamat oxaloacetic
trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
f. Total protein serum menurun ( N=
6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah
Asam
urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b)
Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan
janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi
lemah.
8.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a.
Gambaran Klinik
Pertambahan
berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria
b.
Gejala Subyektif
Sakit kepala didaerah fromtal, nyeri
epigastrium; gangguan visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan
muntah.
c.
Gangguan Serebral Lainnya
Refleks meningkat, dan tidak tenang
d.
Pemeriksaan
Tekanan darah tinggi, refleks
meningkat dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
9.
TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
a)
Penatalaksanaan Pre-Eklamsia
1) Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
a. Dapat dikatakan tidak mempunyai
risiko bagi ibu maupun janin
b. Tidak perlu segera diberikan obat
antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah
meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
c. Istirahat yang cukup (berbaring /
tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari)
d. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari
bila tidak bisa tidur
e. Pemberian asam asetilsalisilat
(aspirin) 1 x 80 mg/hari.
f. Bila tekanan darah tidak turun,
dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi : metildopa 3 x 125 mg/hari
(max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard
2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
g. Diet rendah garam dan diuretik tidak
perlu
h. Jika maturitas janin masih lama,
lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
i.
Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak
turun setelah 2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1
kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda
pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
j.
Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana
sebagai pre-eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
k. Pengakhiran kehamilan : ditunggu
sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat
janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal
usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
l.
Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan
spontan, atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
2) Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat
Dapat
ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan
diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti
: kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap
PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!
b)
Penatalaksanaan Eklampsia
1) Tujuan Terapi
Eklampsia
a. Menghentikan
berulangnya serangan kejang
b. Menurunkan
tensi, dengan vasosporus
c. Menawarkan
hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian glucose 5%-10%
d. Mengusahakan
supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas.
2) Penanganan
Kejang
a. Beri obat anti
konvulsan
b. Perlengkapan
untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan
tabung O2 )
c. Lindungi pasien
dengan keadaan trauma
d. Aspirasi mulut
dan tonggorokkan
e. Baringkan
pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
f. Beri oksigen
4-6 liter / menit
3) Penanganan Umum
a. Jika tekanan
diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolic diantara
90-100 mmHg.
b. Pasang infuse
RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
c. Ukur
keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi
urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric
e. Jika jumlah
urine kurang dari 30 ml / jam
f. Infus cairan
dipertahankan 1 1/8 ml/jam
g. Pantau
kemungkinan oedema paru
h. Jangan
tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin.
i.
Observasi tanda-tanda vital, refleks
dan denyut jantung setiap jam
j.
Auskultasi paru untuk mencari
tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru hentikan pemberian
cairan dan berikan diuretic
k. Nilai pembekuan
darah dengan uji pembekuan beadside
l.
Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai
larutan 20%, selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1ml
dengan 1 ml lignokain 2% (dalam setopril yang sama) pasien akan merasa agar
panas sewaktu pemberian MgSO4
m. Dosis pemeliharaan : MgSO4
(50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1 m setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai 24
jam pasca persalinan atau kejang terakhir
n. Sebelum
pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16 / menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30
ml / jam dalam 4 jam terakhir
o. Stop pemberian MgSO4,
jika : frekuensi pernafasan < / >
p. Siapkan
antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium
glukonat 2 gr ( 20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan
mulai lagi.
10. KOMPLIKASI
Tergantung pada derajat preeklampsi
yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara lain:
1.
Pada Ibu
a. Eklapmsia
b. Solusio plasenta
c. Pendarahan subkapsula hepar
d. Kelainan pembekuan darah ( DIC )
e. Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated,
liver,enzymes dan low platelet count )
f. Ablasio retina
g. Gagal jantung hingga syok dan
kematian.
2. Pada
Janin
a. Terhambatnya pertumbuhan dalam
uterus
b. Prematur
c. Asfiksia neonatorum
d. Kematian dalam uterus
e. Peningkatan angka kematian dan
kesakitan perinatal
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
Data yang dikaji pada ibu bersalin
dengan pre eklampsia adalah :
a. Data subyektif :
1) Umur biasanya sering terjadi pada
primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang :
terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah,
penglihatan kabur
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya :
penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan
ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia
atau eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang
dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang
tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril
untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
1) Inspeksi : edema yang tidak hilang
dalam kurun waktu 24 jam
2) Palpasi : untuk mengetahui TFU,
letak janin, lokasi edema
3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk
mengetahui adanya fetal distress
4) Perkusi : untuk mengetahui refleks
patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+)
5) Pemeriksaan penunjang :
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi
terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
2) Laboratorium : protein uri dengan
kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2
pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum
kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
3) Berat badan : peningkatannya lebih
dari 1 kg/minggu
4) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS
sebagai tanda adanya kelainan pada otak
5) USG ; untuk mengetahui keadaan janin
6) NST : untuk mengetahui kesejahteraan
janin
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan kardiak out put sekunder
terhadap vasopasme pembuluh darah.
2) Resiko terjadi gawat janin intra
uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta
sekunder terhadap penurunan cardiac out put.
3) Kelebihan
volume cairan b/d peningkatan
retensi urine dan edema berkaitan dengan hipertensi pada kehamilan
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b/d masukan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
dan menggantikan kehilangan.
5) Risiko kejang pada ibu
b/d penurunan
fungsi organ
(vasospasme
dan peningkatan tekanan darah).
6) Nyeri akut b/d peningkatan tekanan
vaskuler cerebral akibat hipertensi
7) Risiko cedera ibu
b/d edema /
hipoksia jaringan.
8) Kurang pengetahuan mengenai
penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi
9) Pola nafas tidak efektif b/d
penurunann ekspansi paru.
3.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1)
Gangguan Perfusi Jaringan b/d
Penurunan Kardiak Out Put Sekunder Terhadap Vasopasme Pembuluh Darah
Tujuan :
Perfusi
jaringan otak adekuat danTercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
-
Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
-
Menunjukkan fungsi sesori motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter
Intervensi:
a. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan
mental kontinu ( cemas bingung, letargi, pingsan )
b. Obsevasi adanya pucat, sianosis,
belang, kulit dingin/ lembab, cacat kekuatan nadi perifer.
c. Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis
dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
d. Dorong latihan kaki aktif / pasif
e. Pantau pernafasan
f. Kaji fungsi GI, catat anoreksia,
penurunan bising usus, muntah/ mual, distaensi abdomen, kontipasi
g. Pantau masukan dan perubahan
keluaran
2)
Resiko Terjadi Gawat Janin Intra
Uteri (Hipoksia) b/d Penurunan Suplay O2 dan Nutrisi Kejaringan Plasenta
Sekunderterhadap Penurunan Cardiac Out Put.
Tujuan:
Gawat janin tidak terjadi, bayi
Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu dan atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
a. Anjurkan penderita untuk tidur
miring ke kiri
b. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC
secara teratur sesuai dengan masa kehamilan:
1)
1 x/bln pada trisemester I
2)
2 x/bln pada trisemester II
3)
1 x/minggu pada trisemester III
c. Pantau DJJ, kontraksi uterus/his
gerakan janin setiap hari
d. Motivasi pasien untuk meningkatkan
fase istirahat
3)
Kelebihan Volum Cairan b/d Peningkatan Retensi Urine Dan Edema Berkaitan Dengan Hipertensi Pada Kehamilan
Tujuan :
Kelebihan
volume cairan teratasi.
Kriteria hasil :
-
Bebas dari edema dan
effuse
-
Bunyi nafas bersih tidak ada dispneu/ortopneu
-
Terbebas dari distensi vena jugularis
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas akan adanya
krekels.
b. Catat adanya DVJ, adanya edema
dependen
c. Ukur masukan atau keluaran, catat
penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
d. Pertahankan pemasukan total cairan
2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
e. Berikan diet rendah natrium atau
garam.
4)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d masukan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik dan menggantikan kehilangan.
Tujuan
:
-
Status nutrisi normal
-
Berat badan meningkat
-
Tidak ada tanda
malnutrisi
Kriteria
Hasil:
-
Adanya peningkatan
berat badan sesuai dengan tujuan
-
Berat badan ideal seuai
dengan tinggi badan
-
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
-
Tidak terjadi malnutrisi
-
Menunjukan peningkatan
fungsi pengecapan dari menelan
-
Tidak ada tand
penurunan berat badan
Intervensi:
1.
Kaji alergi makanan
2.
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhakan pasien
3.
Anjurkan pasien untuk
meningkatka intake Fe
4.
Anjurka pasien untu
meningkatkan protein dan vitamin c
5.
Berikan substansi gula
6.
Yakinkan diet yang
dimakan mengandung serat tinggi untik mencegah konstipasi
7.
Berikan makanan yang
terpilih ( sudah dikonsultasiskan dengan ahli gisi)
8.
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
9.
Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
10.
Kaji kemampuan pasien
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
5)
Risiko kejang pada ibu
b/d penurunan fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan
darah).
Tujuan :
Setelah
dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
Kriteria Hasil :
a. Kesadaran : compos mentis, GCS : 15
( 4-5-6 )
b. Tekanan Darah normal
Intervensi
:
a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau
lebih merupkan indikasi dari PIH
b. Catat tingkat kesadaran pasien
R/. Penurunan kesadaran sebagai
indikasi penurunan aliran darah otak
c. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia (
hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri
epigastrium dan oliguria )
R/.
Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang
d. Monitor adanya tanda-tanda dan
gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/.
Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian anti hipertensi dan SM
R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM
untuk mencegah terjadinya kejang
6)
Nyeri
akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi
Tujuan :
-
Nyeri mendekati normal
-
Nyeri terkontrol
-
Pasien merasa nyaman
Kriteria hasil
:
-
Mampu mengontrol nyeri
( tahu penyebab nyeri , mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri)
-
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
-
Mampu mengenali nyeri (
skala, intensitas, frekuensi dan tanda )
-
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Intervensi :
1.
Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan
2.
Gunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
3.
Kaji penyebab nyeri
4.
Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
5.
Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau
6.
Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
7.
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan ,pencahayaan dan kebisingan
8.
Kurangi factor
prepitasi nyeri
9.
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri ( farmakologi , non farmakologi, dan inter personal )
10.
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan intervensi
11.
Ajarkan teknik
relaksasi
12.
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
13.
Evaluasi keefektifan
control nyeri
14.
Tingkatkan istirahat
15.
Kolaborasikan dengan
dokter atau medis lain jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
16.
Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen nyeri
7)
Resiko cedera
ibu b.d edema / hipoksia jaringan.
Tujuan : Ibu tidak mengalami risiko cedera
karena mengalami edema
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam tindakan atau
modifikasi lingkungan untuk melindungi diri dan meningkatkan keamanan.
b. Bebas dari tanda2 iskemia serebral(
gangguan penglihatan, sakit kepala, perubahan pada mental)
c. Menunjukan kadar faktorpembekuan dan
kadar enzim hepar normal.
Intervensi :
a. Kaji adanya masalah SSP ( mis; sakit
kepala, peka rangsang ,gangguan penglihatan atau perubahan pada pemeriksaan
funduskopi )
R/: Edema serebral dan vasokontriksi
dapat diev aluasi dari masa perubahan gejala, prilaku atau retina.
b. Tekankan pentingnya klient
melaporkan tanda2 dan gejala yang berhubungan dengan SSP.
R/: Keterlambatan tindakan atau awitan
progresif gejala-gejala yang dapat menga kibatkan kejang tonik-klonik atau
eklamsia.
c. Perhatikan purubahan pada tingkat
kesadaran.
R/: Pada kemajuan HKK vasokonstriksi dan
vasospasme pembuluh darah serebral menurunkan konsumsi ogsigen 20% dan
mengakibatkan iskemia serebral
d. Kajia tanda2 eklamsia yang akan
datang; hiperaktivitas (3+sampai 4+) dari reflek tendon dalam, klonus
pergelangan kaki, penurunan nadi dan oernafasan , nyeri epegastrik, dan
oliguria (kurang dari 50ml/jam ) .
R/: Edema / vasokonstiksi umum,
dimanifestasikan oleh masalah SSP berat dan masalah ginjal hepar
,kardiovaskular dan pernapasan mendahului kejang .
e. Implementasi tindakan pencegahan
kejang perprotokol.
R/: Menurunkan resiko cidera bila kejang
terjadi.
f. Pada kejadian kejang , miringkan
klient; pasng jalan nafas/blok gigitan bila mulut rileks; berikan oksigen
lepaskan pakaian yang ketat ; jangan membatasi gerakan ; dan dokumentasikan
masalah motorik , durasi kejang , dan pereilaku pascakejang.
R/: Mempertahankan jalan nafas
menurunkan resiko aspirasi dan mencegah lidah menyumbat jalan nafas .
memaksimalkan oksigenasi .(catatan ; waspada dengan penggunaan jalan nafas /
blok gigitan ; jangan mencoba bila rahang keras karena dapat terjadi
cidera).
8)
Kurang Pengetahuan Mengenai
Penatalaksanaan Terapi dan Perawatan b/d Misinterpretasi Informasi
Tujuan :
Kebutuhan
pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Kriteria Hasil :
-
Pasien dan keluarga menyatakan pemaham tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
-
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi:
a. Identifikasi dan ketahui persepsi
pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak
perasaan marah, takut dll.
b. Mempertahankan kepercayaan pasien (tanpa
adanya keyakinan yang salah)
c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap
penolakan
d. Orientasikan klien atau keluarga
terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan
jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi bila perlu.
f. Dorong kemandirian, perawatan diri,
libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.
9)
Pola Nafas Tidak Efektif b/d
Penurunann Ekspansi Paru.
Tujuan :
Pola
nafas yang efektif.
Kriteria Hasil :
-
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih ,
tidak ada sianosis dan dispneu
-
Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau tingkat pernafasan dan suara
nafas.
b. Atur posisi fowler atau semi fowler.
c. Sediakan perlengkapan penghisapan
atau penambahan aliran udara.
d. Berikan obat sesuai petunjuk.
e. Sediakan oksigen tambahan
4.
IMPLEMENTASI
Implementasi
dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah direncanakan.
5.
EVALUSI
Hasil
Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Tujuan
tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau gejala sesuai
dengan kreteria hasil yang di tetapkan.
2. Tujuan
sebagian yaitu jika pasien menunjukan tanda dan gejala sebagian dari kreteria hasil yang sudah
ditetapkan.
3. Tujuan
tidak tercapai, jika pasien tadak menunjukan tanda dan gejala sesuai dengan
kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar