LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK



A.             PENGERTIAN
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat.Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”.Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Perjalanan hasil konsepsi dapat terganggu dalam perjalanan sehingga tersangkut dalam lumen tuba.Tuba fallopi tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang dan menampung pertumbuhan janin sehingga setiap saat kehamilan yang terjadi terancam pecah. Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.

Hamil ektopik atau disebut juga hamil diluar kandungan berpeluang terjadi 1 kali pada 100 kali kehamilan.Penyebab hamil di luar kandunganantara lain radang saluran telur, kelaianan anatomi pada tuba, kebiasaan merokok, ibu hamil sudah berusia tua atau pernah operasi saluran telur.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah sebuah keadaan gawat darurat yang terjadi dimana dapat mengancam dan membahayakan nyawa ibu dan perkembangan kehidupan janin.Kehamilan di luar kandungan juga merupakan salah satu penyebab utama kematian sang ibu dan umumnya terjadi pada trimester 1.
Kehamilan diluar kandungan memberi peluang akar plasenta melekat pada saluran telur. Dengan demikian saluran telur akan mengalami pendarahan kecil yang berulang-ulang kemudian embrio yang melekat pada saluran telur tersebut akan lepas secara spontan (abortus tuba). Hamil diluar rahim tidak akan dapat dipertahankan karena bila embrio menempel pada saluran telur akan mengakibatkan saluran telur tersebut bengkak dan pecah.
Berdasarkan tempat implantasinya kehamilan ektopik :
  1. Pars interstisial tuba
  2. Pars ismika tuba
  3. Pars ampuralis tuba
  4. Kehamilan infundibulum tuba
  5. Kehamilan abdominal primer atau sekunder



B.                PENYEBAB
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapt dijabarkan sebagi berikut :
1.                  Gangguan pada lumen tuba
a.       Infeksi menimbulkan perlengketan endosalping sehingga menyempitkan lumen
b.      Hipoplasia tuba sehingga lumennya menyempit
c.       Operasi plastik pada tuba (rekontruksi) atau melepaskan perlengketan dan tetap menyempitkan tuba
2.      Gangguan di luar tuba
a.       Terdapat endometriosis tuba sehingga memperbesar kemungkinan implantasi
b.      Terdapat diventrikel pada lumen tuba
c.       Terdapat perlengketan sekitar tuba sehingga memperkecil lumen tuba
d.      Kemungkinan migrasi eksternal, sehingga hasil konsepsi mencapai tuba dalam keadaan blastula
Dengan terjadinya implantasi di dalam lumen tuba dapat terjadi beberapa kemungkinan :
1.      Hasil konsepsi mati dini
a.       Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan tumbuh kembang hasil konsepsi mati secara dini
b.      Karena kecilnya kemungkinan diresorbsi

2.   Terjadi abortus
a.       Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil konsepsi mati dan lepas dalam lumen
b.      Lepasnya hasil konsepsi menimbulkan perdarahn dalam lumen tuba atau keluar lumen serta membentuk timbunan darah
c.       Tuba tampak berwarna biru pada saat dilakukan operasi
3.      Tuba fallopii
a.       Karena tidak dapat berkembang dengan baik maka tuba dapat pecah
b.      Jonjot villi menembus tuba, sehingga terjadi rupture yang menimbulkan timbunan darah ke dalam ruangan abdomen.
c.       Rupture tuba menyebabkan hasil konsepsi terlempar keluar dan kemungkinan untuk melakukan implantasi menjadi kehamilan abdominal sekunder
d.      Kehamilan abdominal dapat mencapai cukup besar.
FAKTOR PREDISPOSISI
1.      ART (assisted reproductive technologies)
2.      In viltro fertilization
3.      Riwayat merokok
4.      Kerusakan tuba karena kehamilan
5.      Pertambahan usia ibu
6.      Riwayat salpingitis
7.      Perlekatan lumen
8.      Kelainan anatomi tuba ekspose diethylstilbesterol-DES intrauteri
9.      Riwayat operasi pada tuba fallopii
10.  Tuba pasca terapi konservatif pada kehamilan ektopik
11.  Migrasi eksternal hormone eksogen
12.  Kehamilan yang terjadi pada pasien dengan kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin ( progestin-only pill) disebabkan oleh efek relaksasi otot polos progesterone
13.  Riwayat abortus

C.                    EPIDEMOLOGI
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditemukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas, sehinggatidak dibuat diagnosisnya. Tidak semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau rupture tuba. Sebagian hasil konsepsi mati dan pada umur muda kemudian diresorbsi. Pada hal yang terakhir ini penderita hanya mengeluh haidnya terlambat untuk beberapa hari.
Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam kepustakaan frekuensi kehamilan ektopik antara 1:28 samapi 1:329 tiap kehamilan.
Pemakaian antibiotic dapat meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. Antibiotika dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi, tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltic tuba terganggu dan menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampulla ke rahim sehingga implantasi terjadi pada tuba.
Kontrasepsi juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap jumlah kelahiran di rumah sakit atau masyarakat. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa factor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah kelahiranturun dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relative meningkat. Selain IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterine, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%.
D.               
                          PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai dsidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormone estrogen dan progesterone dari korpus luteum graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh, perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.

1.   Hasil konsepsi mati dini atau diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan muah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2.   Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan midigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul.Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kea rah ostium tuba abdominal.Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan penebusan dinding tuba oleh villi korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian ismus dengan ,lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
3.   Ruptur dinding tuba
Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture pada pars interstisial terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Factor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba terseumbat, rupture sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah dilapisi oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang rupture terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada rupture ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil dapat diresorbsi seluruhnya, bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh,kemungkinan tumbuh terus dalam ongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencakupi kebutuhan makanan janin, plasenta dari tuba akan meluas implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
PATHWAY:
KLASIFIKASI
Menurut Taber (1994), macam-macam kehamilan ektopik berdasarkan tempat implantasinya antara lain:
1.  Kehamilan Abdominal
            Kehamilan atau gestasi yang terjadi dalam kavum peritonium. (sinonim: kehamilan intraperitonial)

2.   Kehamilan Ampula
            Kehamilan ektopik pada pars ampularistuba falopii. Umumnya berakhir sebagai abortus tuba
3.   Kehamilan Servikal
            Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi dalam kanalis servikalis uteri
4.   Kehamilan Heterotopik  kombinasi
      Kehamilan bersamaan intauterin dan ekstrauterin
5.   Kehamilan Kornu
      Gestasi yang berrkembang dalam kornu uteri
6.   Kehamilan Interstisial
      Kehamilan pada pars interstisial tuba falopii
7.   Kehamilan Intraligamenter
            Kertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum, estela rupturnya kehamilantuba melaluidasar dari tuba falopii
8.   Kehamilan Ismik
      Gestasi pada pars ismikus tuba falopii
9.   Kehamilan Ovarial
            Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis berimplantasi pada permukaan ovarium
10.  Kehamilan tuba
      Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba falopii
E.                GEJALA KLINIS
Gambaran klinik kehamilan ektopik bervariasi dari bentuk abortus tuba atau terjadi rupture tuba. Mungkin dijumpai rasa nyeri dan gejala hamil muda. Pada pemeriksaan dalam terdapat pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan tua kehamilan dan belum dapat diraba kehamilan pada tuba, karena tuba dalam keadaan lembek. Bila terjadi gangguan kehamilan tuba, gejalanya tergantung pada tua kehamilan tuba, lamanya ke dalam rongga abdomen, jumlah darah yang terdapat dalam rongga abdomen, dan keadaan umum ibu sebelum kehamilan terjadi. Dengan demikian trias gejala klinik hamil ektopik terganggu sebagai berikut :
1.   Amenorea
a.       Lamanya amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan
b.      Dengan amenorea dapat dijumpai tanda-tanda kehamilan muda, yaitu morning sickness, mual-mual, terjadi perasaan ngidam.
  1. Terjadi nyeri abdomen
a.       Nyeri abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah
b.      Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh abdomen tergantung dari perdarah di dalamnya
c.       Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri di daerah bahu
d.      Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah kavum Douglas akan terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat buang air besar
3.   Perdarahan
a.       Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan ke dalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi
b.      Darah yang tertimbun dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam sirkulasi umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai jatuh dalam keadaan syok
c.       Hilangnya darah dari peredaran darah umum yang mengakibatkan penderita  tampak anemis, daerah ujung ekstremitas dingin, berkeringat dingin, kesadaran menurun, dan pada abdomen terdapat timbunan darah
d.      Setelah kehamilannya mati, desidua dalam kavum uteri dikeluarkan dalam bentuk desidua spuria, seluruhnya dikeluarkan bersama dan dalam bentuk perdarahan hitam seperti menstruasi.
Selain gejala klinis diatas, terdapat tanda-tanda untuk mengetahui kehamilan ektopik yaitu :
1.      Abdomen tegang : rasa tegang abdomen yang generalized atau localized
2.      Nyeri goyang serviks
3.      Ketegangan pada adneksa terdapat pada 75% kehamilan ektopik
4.      Massa adneksa. Masa unilateral pada adneksa dapat diraba pada sampai setengah kasus kehamilan ektopik
5.      Kadang-kadang ditemukan masa pada kavum Douglas atau hematokele
6.      Perubahan pada uterus : terdapat perubahan seperti kehamilan normal

F.                  PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau rupture tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, maka penderita segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang dapat digunakan ialah ultrasonografi, laparoskopi atau kuldoskopi.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam diagnosis,  maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostic seperti kuldosentesis, ultrasonografi dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu :
1.      Pemeriksaan umun : penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
2.      Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditemukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan denga infeksi pelvik.
3.      Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobim dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat  diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi tes negative tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative.
4.      Kuldosentris : adalah suatu cara  pemeriksaan untuk mengetahui apakah kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Tekniknya :
a.       Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
b.      Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
c.       Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam servik ; dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak
d.      Jarum spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan penghisapan
e.       Bila pada penghisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :
1.      Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertususk
2.      Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
5.      Ultrasonografi : berguna dalma diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5 % kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hasil ini masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterine pada kasus uternus bikornis.
6.      Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk melakukan laparotomi.

G.                   PENATALAKSANAAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut :
1.      Kondisi ibu pada saat itu
2.      Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya
3.      Lokasi kehamilan ektopik
4.      Kondisi anatomis organ pelvis
5.      Kemampuan teknik bedak mikro dokter
6.      Kemampuan teknologi fertilitasi in vitro setempat
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu memburuk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi . pada kasus kehamilan ektopik di pars sampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi.Sisi-sisi darah di keluarka dan di bersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus di rawat inap di rumah sakit.







KONSEP DASAR ASKEP PADA IBU DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK

A.                  PENGKAJIAN
1.      Identitas Pasien : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
2.      Keluhan utama : mual, muntah, nyeri abdomen
3.      Riwayat penyakit
a.       Menanyakan penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya
b.      Menanyakan penyakit yang sedang dialami sekarang
c.       Menanyakan apakah pasien pernah menjalani operasi
4.      Riwayat keluarga
a.       Menanyakan apakah di keluarga pasien ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular kronis
b.      Menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya ada yang memiliki penyakit keturunan
c.       Menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya pernah melahirkan atau hamil anak kembar dengan komplikasi
5.      Riwayat obstetrik:
a.       Menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak
b.      Menanyakan berapa kali ibu itu hamil
c.       Menanyakan berapa lama setelah anak dilahirkan dapat menstruasi dan berapa banyak pengeluaran lochea
d.      Menanyakan jika datang menstruasi terasa sakit
e.       Menanyakan apakah pasien pernah mengalami abortus
f.       Menanyakan apakah di kehamilan sebelumnya pernah mengalami kelainan
g.      Menanyakan apakah anak sakit panas setelah dilahirkan
h.      Menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim
6.      Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Data Fokus).
a.       Makan minum tanda : nafsu makan menurun (anoreksia), mual muntah, mukosa bibir kering, pucat.
b.       Eliminasi tanda :
BAB       : konstipasi, nyeri saat BAB
BAK      : Sering kencing
c.       Aktivitas tanda : nyeri perut saat mengangkat benda berat, terlihat oedema pada ekstremitas bawah (tungkai kaki)
7.      Pemeriksaan Umum
a.       Inspeksi
-   Terlihat tanda cullen yaitu sekitar pusat atau linia alba kelihatan biru, hitam dan lebam
-   Terlihat gelisah, pucat, anemi, nadi kecil, tensi rendah
b.      Pada palpasi perut dan perkusi
-   Terdapat tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullness)
-   Nyeri tekan hebat pada abdomen
-   Douglas crisp: rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi
-   Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah.
-   Teraba massa retrouterin (massa pelvis)
c.       Nyeri bahu karena perangsangan diafragma
d.      Nyeri ayun saat menggerakkan porsio dan servik ibu akan sangat sakit
8.      Pemeriksaan Diagnostic
a.       Pemeriksaan laboratorium
-   Pemeriksaan Hb setiap satu jam menunjukkan penurunan kadar Hb
-   Timbul anemia bila telah lewat beberapa waktu
-   Leukositosis ringan ( < 15000)
b.      Pemeriksaan tes kehamilan
      Tes baru yang lebih sensitive berguna karena lebih mungkin positif pada kadar HCG yang lebih rendah
c.       Pemeriksaan kuldosintesis
-   Untuk mengetahui adakah darah dalam kavum douglasi
-   Untuk memastikan perdarahan intraperitonial dan dapat memberikan hasil negative palsu atau positif palsu
d.      Diagnostic laparoskopi
Untuk mendiagnosis penyakit pada organ pelvis termasuk kehamilan ektopik
e.       Ultra sonografi (USG)
      Untuk mendiagnosis kehamilan tuba dimana jika kantong ketuban bisa terlihat dengan jelas dalam kavum uteri maka kemungkinan kehamilan ektopik terjadi


f.       Diagnostic kolpotomi
      Infeksi langsung tuba fallopi dan ovarium. Prosedur ini tidak dilakukan lagi karena hasil kurang memuaskan
g.      Diagnostic kuretase
      Pembedahan antara abortus iminens atau inkomplitus pada kehamilan intrauteri dengan kehamilan tuba. Ditemukannya desidua saja dalam hasil kuret uterus yang menunjukan kehamilan ekstrauteri

B.                     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih banyak pada uterus
2.      Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi implantasi , perdarahan
3.      Nyeri yang berhubungan dengan rupture tuba fallopii, perdarahan intraperitonial
4.      Kelemahan berhubungan dengan banyaknya darah yang keluar saat perdarahan
5.      Berduka berhubungan dengan kematian janin
6.      Ansietas berhubungan dengan proses akan dilakukannya pembedahan
7.      Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Post op
1.                  Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitasjaringan kulit sekunder akibat laparotomi
2.                  Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi dan pemasangan alat-alat perawatan

C.                     INTERVENSI
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih banyak pada uterus
Tujuan             : pasien mampu mendemonstrasikan perfusi yang adekuat secara individual
Kriteria hasil    :  
-    Kulit hangat dan kering
-    Ada nadi perifer / kuat
-    Tanda vital dalam batas normal
-    Pasien sadar/berorientasi
-    Keseimbangan pemasukan/pengeluaran
-    Tak ada edema

Intervensi
Rasional
-    Awasi tanda vital, kaji pengisisn kapiler, warna kulit atau membran mukosa dan dasar kuku



-   Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi


Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung


Dapat mengindikasikan gangguan funsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12
Catan keluhan rasa dingin. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi

-   Fase konstriksi (organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus fasodilatasi (penurunan perfusi organ)

Kolaborasi :
-    Berikan SDM yang lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tranfusi

Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen ; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan risiko perdarahan.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Memaksimalkan transfer oksigen ke jaringan.


2.      Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi implantasi , perdarahan
Tujuan             : Diharapkan pasien menunjukkan volume cairan yang adekuat dengan Kriteria hasil             :
-   Tanda vital stabil
-   Nadi teraba
-   Haluaran urine, berat jenis dan pH dalam batas normal
Intervensi
Rasional
-      Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung
     
  Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemik (perdarahan/dehidrasi)
Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa
Indicator langsung status cairan/hidrasi
Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan misalnya : perubahan mental, kelemahan, gelisa, ansietas, pucat, berkeringat, tacipnea, peningkatan suhu.
 Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat/ lamanya episode perdarahan. Memburuknya gejala dapat menujukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.

   Pertahankan pencatatan akurat sub total cairan / darah selama terapi penggantian

Potensial kelebihan tranfusi cairan khususnya bila volume tambahan diberikan sebelum tranfusi darah.
Kolaborasi :
-      Berikan cairan Iv sesuai indikasi
Mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi ginjal.
-      Memberikan SDM, trombosit, dan factor pembekuan

Memperbaiki/ menormalkan jumlah SDM dan kapasitas pembawa oksigen untuk memperbaiki anemi, berguna untuk mencegah/ mengobati perdarahan




3.      Nyeri yang berhubungan dengan rupture tuba fallopii, perdarahan intraperitonial
Tujuan             : Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi,
Kriteria hasil    :
-   Tanda-tanda vital dalam batas normal,
-   Tidak meringis
Intervensi
Rasional
   Tentukan sifat, lokasi, dan dirasi nyeri. Kaji kontraksi uterus, perdarahan, atau nyeri tekan abdomen
  Membantu dalam mendiagnosis dan menentukan tindakan yang akan dilakukan. Ketidaknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus yang mungkin diperberat oleh infuse oksitosin. Ruptur kehamilan ektopik mengakibatkan nyeri hebat karena hemoragi yang tersembunyi saat tuba fallopii rupture ke dalam abdomen.
Kaji stress psikologi ibu atau pasangan dan respon emosional terhadap kejadian
Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan, ketakutan dan nyeri.
Berikan lingkungan yang tenang dan aktifitas untuk menurunkan rasa nyeri.Instruksikan klien untuk menggunakan metode relaksasi misalnya nafas dalam, visualisasi distraksi dan jelaskan prosedur.
Dapat membantu dalam menurunkan tigkat nyeri dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan
Kolaborasi :
-    Berikan narkotik atau sedative berikut obat-obat praoperatif bila prosedur pembedahan diindikasikan

  Meningkatkan kenyamanan, menurunkan risiko komplikasi pembedahan.

Siapkan untuk prosedur bedah bila terdapat indikasi
Tindakan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri


4.      Intoleransi aktivitaas berhubungan dengan kelemahan dan banyaknya darah yang keluar saat perdarahan
Tujuan             : Diharapkan pasien mampu melaporkan peningkatan toleransi aktivitas dan menunjukkan penurunan tanda fisisologis intoleransi
Kriteria hasil    :   Tanda vital masih dalam rentang normal

Intervensi
Rasional
  Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas
Mempengaruhi pemilihan intervensi/ bantuan
Awasi tekanan darah, pernapasan dan nadi selama dan sesudah aktivitas. Catat respon terhadap aktivitas (misal peningkatan denyut jantung atau tekanan darah, disritmia, pusing, dipsnea, takipnea, dan sebagainya)
Manifestasi kardio pulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanankan.
Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantunga dan paru.
   Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan peningkatan risiko cedera
Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi
Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot / stamina tanpa kelemahan Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot / stamina tanpa kelemahan

Gunakan teknik penghematan energy misal mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas.
Mendorong pasien untuk melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energy dan mencegah kelemahan

5.      Berduka berhubungan dengan kematian janin
Tujuan             : Diharapkan pasien menunjukkan rasa pergerakan kearah resolusi dari rasa duka dan harapan untuk masa depan
Kriteria hasil    :  Pasien mampu menerima kehilanganyang dialami
Intervensi
Rasional
   Berikan lingkungan yang terbuka dimana pasien merasa bebas untuk dapat mendiskusikan perasaan dan masalah secara realistis
Kemampuan komunikasi terapiutik seperti aktif mendengarkan, diam, selalu bersedia, dan pemahaman dapat memberikan pasien kesempatan untuk berbicara secara bebas dan berhadapan dengan perasaan/ kerugian actual
-    Identifikasi rasa duka (seperti penyangkalan, marah, tawar menawar, depresi, dan penerimaan)

   Kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dslam berbagai cara yang berbeda
Identifikasi dan solusi pemecahan masalah untuk keberadaan respon-respon fisik misalnya : makan, tidur, tingkat aktifitas, dan hasrat seksual
Mungkin dibutuhkan tambahan bantuan untuk berhadapan dengan aspek-aspek fisik dari rasa berduka
   Dengarkan dengan aktif pandangan pasien dan selalu sedia untuk membantu jika diperlukan

Proses berduka tidak berjalan dalam cara yang teratur, tetapi fluktuasinya dengan berbagai aspek dari berbagai tingkat yang muncul pada suatu kesempatan atau pada kesempatan yang lain. Jika prosesnya bersifat disfungsional atau perpanjangan intervensi yang lebih agresif mungkin dibutuhkan untuk mepermudah proses
Kolaborasi :
Rujuk pada sumber-sember lainnya misalnya konseling psikoterapi sesuai petunjuk
Mungkin dibutuhkan bantuan tambahan untuk mengatasi rasa duka membuat rencana dan menghadapi masa depan.



6.      Ansietas berhubungan dengan proses akan dilakukannya pembedahan
Tujuan             : Diharapkan cemas pasien berkurang
Kriteria hasil    :
-  Pasien tampak tenang
-  Pasien tidak gelisah
-  Menunjukkan kemampuan untuk menghadapi masalah
Intervensi
Rasional
  Pertahankan hubungan yang sering denngan pasien. Berbicara dan berhubungan dengan pasien
Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri atau ditelantarkan: menunjukkan rasa menghargai, dan menerima orang tersebut, membantu meningkatkan rasa percaya.
Berikan informasi akurat dan konsisten mengenai prognosis.hindari argumentasi mengenai persepsi pasien terhadap situasi tersebut
Dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk membuat keputusan/pilhan berdasarkan realita
  Wapada terhadap tanda-tanda penolakan/depresi,mis:menarik diri, marah, ucap-ucapan yang tidak tepat. Tentukan timbulnya ide bunuh diri dan kaji potensialnya pada skala 1-10

Pasien mungkin akan menggunakan mekanisme bertahan dengan penolakan dan terus berharap bahwa diagnosanya tidak akurat.rasa bersalah dan tekanan spiritual mungkin akan menyebabkanpasien menarik diri dan percaya bahwa bunuh diri adalah suatu alternatif

  Berikan lingkungan terbuka dimana pasien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri untuk berbicara
Membantu pasien untuk merasa diterima pada kondisi sekarang tanpa persaan dihakimi dan meningkatkan persaan harg diri dan kontrol
                 
Izinkan pasien untuk merefleksikan rasa marah,takut, putus asa tanpa konfrontasi. Berikan informasi bahwa perasaannya adalah normal dan perlu diekspresikan
Penerimaan perasaan akan membuat pasien dapat menerima situasi

7.      Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan             : Pasien berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan dalam istilah sederhana mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.
Kriteria hasil    : Pasien mampu menjelaskan kembali apa yang disampaikan perawat
Intervensi
Rasional
  Menjelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragi
-    Memberikan informasi, menjelaskan kejelasan konsep pemikiran ibu mengenai prosedur yang akan dilakukan dan menurunkan stress yang berhubungan dengan prosedur yang diberikan
Berikan kesempatan bagi ibu untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan kesalahan konsep.
Memberikan klarifikasi dari konsep yang salah, identifikasi masalah-masalah dan kesempatan untuk memulai mengembangkan ketrampilan penyesuaian atau koping
-    Diskusikan kemungkinan komplikasi jangka pendek pada ibu/janin dari keadaan perdarahan
Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi dan meningkatkan harapan realitas dan kerjasama dengan aturan tindakan.
  Tinjau ulang komplikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan evaluasi dan tindakan tambahan
Ibu dengan kehamilan ektopik dapat memahami kesulitan mempertahankan setelah pengankatan tuba atau ovarium yang sakit.

Post op
1.                                                      Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitasjaringan kulit sekunder akibat laparotomi
Tujuan             :  Nyeri pasien berkurang atau teratasi
Kriteria hasil    :
-   Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi,
-   Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak meringis

Intervensi
Rasional
   Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan nonverbal
Menentukan tindak lanjut intervensi
Panatu tekanan darah, nadi dan pernafasan
Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
Kaji stres psikologis ibu dan respon emosional terhadap kejadian
Ansietas sebagai respon terhadap situasi dapat memperberat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan dan nyeri
-          Mengalihkan perhatian dari rasa nyeri

   Terapkan teknik distraksi
Relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi
Ajarkan teknik relaksasi(napas dalam) dan sarankan ntuk mengulangi bila merasa nyeri
Beri dan biarkan pasien posisi yang paling nyaman
Mengurangi ketegangan area nyeri
   Kolaborasi:
- pemberian analgetik

Analgetik akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri



2.      Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi dan pemasangan alat-alat perawatan
Tujuan             : Diharapkan infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil    :
-  Dolor (-)
-  Rubor (-)
-  Tumor (-)
-  Kalor (-)
-  Fungsiolaesa (-)



Intervensi
Rasional
Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Menentukan tindak lanjut intervensi
Ukur tanda-tanda vital
Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
-           Deteksi dini terhadap infeksi akan mempermudah dalam penanganan

Observasi tanda-tanda infeksi
Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik dan Observasi luka insisi
Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka
Kolaborasi:
-Berikan antibiotik sesuai indikasi
Mencegah terjadinya infeksi
  

D.                   IMPLEMENTASI
      Implementasi keperawatan dilasanakan sesuaikan dengan intervensi keperawatan.


E.                   EVALUASI

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, karena rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analis, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2001).
Mengevaluasi hasil keperawatan yang berupa ”SOAP”
S    :  Subyektif, berdasarkan ungkapan keluarga pasien.
O   :  Objektif, berdasarkan kondisi pasien sesuai dengan masalah  terkait.
      A   : Assesment (penilaian), merupakan analisa dari masalah yang sudah  ada, apakah teratasi, sebagian teratasi, belum teratasi, timbul masalah baru.
P    : Planning (rencana), apakah rencana perawatan dilanjutkan, dihentikan atau  dibuat rencana tindakan keperawatan yang baru sesuai dengan masalah yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar