I.
KAJIAN
TEORITIS
A.
Pengertian
Acut
limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam
sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat
sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer
& Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).
Leukemia
limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong akut
bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang.
Leukemia akut merupakan keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh kompenen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran pada
organ-organ lain (Tejawinata, 1996)
B.
Etiologi
Penyebab
leukemia limfosit akut sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar
karena virus (virus onkogenik) dan factor-faktor lain yang berperan antara lain
:
1. Factor
eksogen seperti sinar x, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri)
2. Factor
endogen seperti ras
3. Factor
konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang sering dijumpai
kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telor)
4. Factor
predisposisi :
a. Factor
genetic : virus tertentu yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T
cell Leukemia-lymphoma virus / HTLV)
b. Radiasi
ionisasi : lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya, terpapar
zat-zat kimiawi seperti benzene, arsen, klorampenicol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik
c. Obat-obatan
imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
d. Factor
herediter missal pada kembar satu telur dan kelainan kromosom
C.
Tanda
dan gejala
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia
antara lain:
1. Pilek
tak sembuh-sembuh
2. Pucat,
lesu, mudah terstimulasi
3. Demam,
anoreksia, mual, muntah
4. Berat
badan menurun
5. Ptechiae,
epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri
tulang dan persendian
7. Nyeri
abdomen
8. Hepatosplenomegali,
limfadenopati
9. Abnormalitas
WBC
10. Nyeri
kepala
D.
Patofisiologi
Sel kanker
menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan
menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan
jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke
berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala,
muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit
menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya
perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker
juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker
juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002;
Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
E.
Pathway
F.
Pemeriksaan
diagnostic
Pemeriksaan
diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc leukemia
adalah:
1. Pemeriksaan
sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan
sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan
protein
2. Pemeriksaan
darah tepi
a. Pansitopenia
(anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan
asam urat serum
c. Peningkatan
tembaga (Cu) serum
d. Penurunan
kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan
leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast /
sel primitif
3. Biopsi
hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker
ke organ tersebut
4. Fotothorax
untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan
berupa:
a. Kelainan
jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b. Bertambah
atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat
marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom
normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil
G.
Penatalaksanaan
1. Transfusi
darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila
terdapat tanda‑tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid
(prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika.
Selain sitostatika yang lama (6‑merkaptopurin atau 6‑mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L‑asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika
diberikan dalam kombinasi bersama‑sama dengan prednison. Pada pemberian obat‑obatan
ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia,
infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti‑hati bila jumiah
leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi
sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi,
merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105 ‑ 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan
Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat
daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk
antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara
pengobatan.
Setiap
klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya
pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi
yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola
dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan
untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas,
baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang
kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu
agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat
(maintenance)
Untuk
mempertahankan masa remisi, sedapat‑dapatnya suatu masa remisi yang lama.
Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan
untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3‑6 bulan dengan
pemberian obat‑obat seperti pada induksi selama 10‑14 hari.
e. Mencegah
terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk
hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia
meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia
meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan
imunologik
Diharapkan
semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian
diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)
II.
KAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas
b. Keluhan
utama
c. Riwayat
kesehatan sekarang
d. Riwayat
kesehatan yang lalu
e. Riwayat
kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan
fisik
a. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja
atau gerak minimal
Tanda : dispnea, takipnea, batuk
b. Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise,
kelemahan
Tanda : kelemahan otot, somnolen
c. Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : takikardi, membrane mukosa
pucat
d. Eleminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam,
darah pada urin, penurunan haluaran urine
e. Makanan
/ cairan
Gejala : anoreksia, muntah,
penurunan BB, disfalgia
Tanda : distensi abdomen, penurunan
bunyi usus, hipertropi gusi
f. Integritas
ego
Gejala : perasaan tidak berdaya /
tidak ada harapan
Tanda : depresi, ansietas, marah
g. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi,
kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing
Tanda : aktivitas kejang, otot
mudah terangsang
h. Nyeri
/ kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit
kepala, nyeri tulang, sendi, kram otot
Tanda : gelisah, distraksi
i.
Keamanan
Gejala : riwayat ifeksi saat ini /
dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan spontan, tak terkontrol dengan
trauma minimal
Tanda : demam, infeksi, purpura,
pembesaran nodus limfe, limpa atau hati
B.
Diagnose
Keperawatan
1. Intoleransi
aktivitas
2. PK
infeksi
3. perubahan
nutrisi kurang dari kebutuahn
4. Resik
perdarahan
5. Nyeri
6. Resiko
kekurangan volume cairan
7. Berduka
8. Kurang
pengetahuan
9. Gangguan
citra diri / gambaran diri
C.
Rencana
Keperawatan
1.
intoleransi aktivitas b/d
kelemahan
a. Kaji
adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.
b. Pantau
hitung darah lengkap dan hitung jenis
c. Berikan
cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
d. Minimalkan
kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
e. Bantu
pasien dalam aktivitas sehari-hari
f. Pantau
frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g. Ketika
kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
h. Jika
diprogramkan, berikan packed RBC
2. Risiko
infeksi b/d sel leukosit yang abnormal
a. Observasi
adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC
yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
b. Sadari
bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat,
maka:
1) Tampatkan
pasien dalam ruangan khusus
2) Sebelum
merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung
tangan.
3) Cegah
komtak dengan individu yang terinfeksi
c. Jaga
lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
d. Bantu
ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
e. Lakukan
higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
f. Pantau
masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3
liter / hari
g. Berika
terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
h. Yakinkan
pemberian makanan yang bergizi.
3. Resiko
tinggi perdarahan b/d trombositopeni
a. Observasi
adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine,
feses, muntahan, dan lokasi infus.
b. Pantau
tanda vital dan nilai trombosit
c. Hindari
injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
d. Gunakan
sikat gigi yang lebut dan lunak
e. Hindari
pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
f. Hindari
aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai
kulit.
4. Resiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
a. Kaji
jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
b. Berikan
kebersihan oral sebelum dan sesudah
makan
c. Hindari
bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi
d. Ubah
pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih
makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e. Sajikan
makanan dalam suhu dingin / hangat
f. Pantau
masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang
diprogramkan.
5. resiko
kekurangan cairan
a. Kaji
adanya tanda-tanda dehidrasi
b. Berikan
antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
c. Hindari
pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual / muntah
d. Anjurkan
minum dalam porsi kecil dan sering
e. Kolaborasi
pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi
6. Berduka
a. Kaji
tahapan berduka ada anak dan keluarga
b. Berikan
dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
c. Luangkan
waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling
d. Fasilitasi
express feeling melalui permainan
7. Kurang
pengetahuan b/d proses penyakitnya
Memberikan
pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
a. Proses
penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
b. Komplikasi
penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
c. Aktivitas
dan latihan sesuai toleransi
d. Mengatasi
kecemasan
e. Pemberian
nutrisi
f. Pengobatan
dan efek samping pengobatan
8. Meningkatkan
peran keluarga
a. Jelaskan
alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
b. Jadwalkan
waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
c. Dorong
keluarga untuk express feelings
d. Libatkan
keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
9. Mencegah
gangguan citra diri / gambaran diri
a. Dorong
pasien untuk express feelings tentang dirinya
b. Berikan
informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat
badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
c. Dukung
interaksi sosial / peer group
d. Sarankan
pemakaian wig, topi / penutup kepala.
artikelnya keren, ini cukup membantu saya untuk menambah referensi membuat laporan pendahuluan Askep saya, senang bisa berkunjung ke website anda
BalasHapus