A.
Konsep
Dasar Penyakit
1.
Definisi
·
Hipertiroidisme adalah
digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi hormon
tiroid.
( Askep Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin,
Hotma R)
·
Hipertiroidisme adalah suatu
ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormone tiroid
yang berlebihan.
( Rencana Asuhan Keperawatan,
Doenges)
2.
Epidemiologi
/ insiden kasus
Hipertiroidisme
merupakan kelainan endokrin yang dapat dicegah, seperti kebanyakan kondisi
tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol pada wanita.
Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada pada pria,
terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan 40 tahun. Disini dapat
dikarenakan karena dari proses menstruasi, kehamilan dan menyusui itu sendiri
menyebabkan hipermetabolisme mengakibatkan kerja daripada hormone tiroid
meningkat.
(Askep Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin, Hotma R).
Jumlah penderita hipertiroid
terus meningkat. Hipertiroid merupakan penyakit hormon yang menempati urutan
kedua terbesar di Indonesia
setelah diabetes. Posisi ini serupa dengan kasus di dunia.
3.
Penyebab
/ faktor predisposisi
Lebih dari 90 % hipertiroidisme
adalah akibat penyakit graves dan nodul tiroid toksik.
Penyebab hipertiroidisme
Biasa
|
Nodul tiroid toksik :
multinodular dan mononodular toksik. Tiroiditis.
|
Tidak biasa
|
hipertiroidisme neonatal,
hipertiroidisme faktisius, sekresi TSH yang tidak tepat oleh hipofisis,
tumor, nontumor (syndrome resistensi hormone tiroid), yodium eksogen
|
Jarang
|
metastasis kanker tiroid,
koriokarsinoma dan mola hidatidosa,
struma ovarii, karsinoma
testicular embrional
|
4.
Gejala
Klinis
Hipertiroidisme pada penyakit
Graves adalah akibat antibody reseptor thyroid stimulating hormone (TSH ) yang
merangsang aktivitas tiroid, sedang pada Goiter multinodular toksik berhubungan
dengan autonomi tiroid itu sendiri.
Perjalanan
penyakit hipertiroidisme biasanya perlahan- lahan dalam beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan berat
badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas,
palpitasi dan pembesaran tiroid.
Gambaran klinis hipertroidisme
Umum
|
BB turun, keletihan, apatis,
berkeringat, tidak tahan panas. Emosi : gelisah, iritabilitas, gugup, emosi
labil, perilaku mania dan perhatian menyempit.
|
Kardiovaskuler
|
palpitasi, sesak nafas, angina,
gagal jantung, sinus takikardi, disritmia, fibrilasi atrium, nadi kolaps.
|
Neuromuskuler
|
gugup, agitasi, tremor, korea
atetosis, psikosis, kelemahan otot, miopati proksimal, paralisis periodik,
miastenia gravis.
|
Gastrointestinal
|
BB turun, nafsu makan meningkat,
diare, steatore, muntah
|
Reproduksi
|
oligomenore, amenore, libido
meningkat, infertilitas
|
Kulit
|
pruritus, eritema Palmaris,
miksedemia pretibial, rambut tipis
|
Struma
|
difus dengan atau tanpa bising,
nodosa
|
Mata
|
periorbital puffiness, lakrimasi
meningkat dan grittiness of eyes, kemosis ( odema konjungtiva), proptosis,
ulserasi kornea, oftalmoplegia, diplopia, edema papil, penglihatan kabur.
|
5.
Patofisiologi
Pada kebanyakan penderita
hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyaknya hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel
folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat berapa
kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel meningkatkan kecepatan
sekresinya beberapa kali lipat. Muncul masalah gangguan body image.
Perubahan
pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Pada
beberapa penderita ditemukan adaya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip
dengan TSH yang ada di dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi
imunoglobulin yang berikatan dengan reseptor membran yang sama degan reseptor
membran yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi
terus-menerus dari sistem cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Dimana ada peningkatan produksi T3 dan
T4 mengakibatkan peningkatan pembentukan limfosit oleh karena efek dari auto imun yang akan
mengilfiltrasi kejaringan orbita dan otot mata sehingga terjadi edema jaringan
retro orbita mengakibatkan eksoftalmus. Pada beberapa keadaan dapat menjadi
sangat parah sehingga protusi bola mata dapat menarik saraf optik sehingga
mengganggu penglihatan penderita. Yang lebih sering yaitu kerusakan pada
kelopak mata yang menjadi sulit menutup
sempurna pada waktu penderita berkedip atau tidur akibatnya permukaan epitel
mata menjadi kering dan mudah mengalami iritasi dan seringkali terinfeksi
sehingga timbul luka pada kornea penderita. Disini muncul masalah resti
terhadap kerusakan integritas jaringan
kornea dan gangguan persepsi sensori : visual.
Peningkatan produksi T3 dan T4 juga
mengakibatkan aktivitas simpatis berlebih adanya peningkatan aktivitas medula
spinalis yang akan menyebabkan gangguan pengeluaran tonus otot sehingga
menimbulkan tremor halus. Disini muncul diagnosa kemungkinan cedera.
Peningkatan kecepatan serebrasi mengakibatkan gelisah, apatis, paranoid,
ansietas muncul masalah ansietas. SSP terangsang berlebih menjadi kesulitan tidur muncul masalah
gangguan pola tidur dan resti terhadap perubahan proses pikir.
Selain itu dapat mengakibatkan hipermetabolisme
yang berpengaruh pada peningkatan sekresi getah pencernaan dan peningkatan
peristaltik saluran cerna dimana salah satunya akan ada peningkatan nafsu makan
dan juga timbulnya diare. Dari sana dapat muncul masalah diare. Bila terjadi
peningkatan metabolisme KH dan lemak mengakibatkan proses oksidasi dalam tubuh
meningkat yang akan meningkatkan produksi panas ditandai dengan berkeringat dan
tidak tahan panas dan penurunan cadangan energi mengakibatkan kelelahan dan
penurunan BB. Muncul masalah perubahan kenyamanan, resti terhadap kerusakan
integritas kulit, intoleransi aktivitas, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Karena hipermetabolisme sehingga penggunaan O2 lebih cepat
dari normal dan adanya peningkatan CO2 menyebabkan peningkatan kecepatan nafas
sehingga terjadi sesak nafas. Muncul masalah pola nafas tak efektif. Peningkatan
pengluaran hasil metabolisme dari jaringan sehingga terjadi vasodilatasi
sebagian besar jaringan tubuh yang meningkatkan aliran darah keseluruh tubuh
yang nantinya akan meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah dikulit dan
peningkatan pembuangan panas melalui kulit ditandai dengan eritema, kulit
lembab, pruritus. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan tekanan arteri
yang mengakibatkan terjadi palpitasi dan takikardia sehingga terjadi kegagalan
jantung untuk berkompensasi. Muncul masalah penurunan curah jantung.
WOC
6.
Pemeriksaan
Fisik
a. Amati
penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti :
·
Oftalmopati yang
ditandai :
Eksoftalmus : bulbus okuli menonjol
keluar
Tanda stellwag’s : mata jarang
berkedip
Tanda Von Graefes : jika klien
melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat
mengikuti bola mata.
Tanda Mobieve : sukar mengadakan
atau menahan konvergensi
Tanda Joffroy : tadak dapat
mengerutkan dahi jika melihat keatas
Tanda Rosenbagh : tremor palpebra
jika mata menutup
·
Edema palpebra
dikarenakan akumulasi cairan diperiorbita dan penumpukan lemak diretro orbita
·
Juga akan dijumpai
penurunan visus akibat penekanan syaraf optikus dan adanya tanda – tanda radang
atau infeksi pada konjungtiva dan atau kornea
·
Fotofobia dan
pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim.
b. Amati
manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai system tubuh seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya.
c. Palpasi
kalenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat
digerakkan serta apakah nodul soliter
atau multiple.
d. Auskultasi
adanya “bruit”
7.
Pemeriksaan
Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan
laboratorium
· Tes ambilan RAI : meningkat
· T4 dan T3 serum : meningkat
· T4 dan T3 bebas serum : meningkat
· TSH : tertekan dan tidak berespon
pada TRH (tiroid releasing hormon)
· Tiroglobulin : meningkat
· Stimulasi TRH : dikatakan
hipertiroid jika TRH dari tidak ada sampai meningkat setelah pemberian TRH
· Ambilan tiroid131: meningkat
· Ikatan proein iodium : meningkat
·
Gula darah : meningkat (sehubungan dengan kerusakan
pada adrenal).
·
Kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran oleh
adrenal).
· Fosfat alkali dan kalsium serum :
meningkat.
· Pemeriksaan fungsi hepar : abnormal
· Elektrolit : hiponatremi mungkin
sebagai akibat dari respon adrenal atau efek dilusi dalam terapi cairan
pengganti, hipokalsemia terjadi dengan sendirinya pada kehilangan melalui
gastrointestinal dan diuresis.
· Katekolamin serum : menurun.
· Kreatinin urine : meningkat
b. Radiologi
Skanning tyroid
USG thyroid
c. Lain-
lain
Pemeriksaan elektrokardiografi (
EKG) : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali.
Uji lain yang sering digunakan
adalah sebagai berikut:
1. kecepatan
metabolism basal biasanya meningkat sampai + 30 hingga + 60 pada
hipertiroidisme berat.
2. Konsentrasi
TSH didalam plasma diukur dengan radioimunologik. Pada tipe tirotoksikosis yang
biasa, sekresi TSH oleh hifofisis anterior sangat ditekan secara menyeluruh
oleh sejumlah besar tiroksin dan triiodotironin yang sedang bersirkulasi
sehingga hampir tidak ditemukan TSH dalam plasma.
3. Konsentrasi
TSI diukur dengan radioimunologik. TSI normalnya tinggi pada tipe
Tirotoksikosis yang biasa tetapi rendah pada adenoma tiroid.
8.
Diagnosis
/ Kriteria Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan
gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk
menguatkan diagnosis. Pada kasus – kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu
pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis
hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien
hipertiroidisme akan didapatkan TSHs ( Thyroid Stimulating Hormone Sensitive )
tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4
( FT4 )
meningkat.
9.
Therapy
/ Tindakan Penanganan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme
adalah membatasi produksi hormone tiroid yang berlebihan dengan cara menekan
produksi ( obat antitiroid ) atau merusak jaringan tiroid ( yodium radioaktif,
tiroidektomi sub total)
1. Obat
antitiroid
Digunakan dengan indikasi :
a. Terapi
untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang atau tirotoksikosis.
b. Obat
untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
c. Persiapan
tiroidektomi
d. Pengobatan
pasien hamil dan orang lanjut usia.
e. Pasien
dengan krisis tiroid
Obat diberikan dalam dosis besar
pada permulaan sampai eutiroidisme lalu diberikan dosis rendah untuk
mempertahankan eutiroidisme.
Tabel obat antitiroid yang sering
digunakan :
Obat
|
Dosis
awal ( mg/ hari)
|
Pemeliharaan
(mg /hari)
|
Karbimazol
|
30-60
|
5-20
|
Metimazol
|
30-60
|
5-
20
|
Propiltiourasil
|
300-600
|
50-
200
|
Ketiga obat ini
mempunyai kerja imunosupresif dan dapat menurunkan konsentrasi thyroid
stimulating antibody ( TSAb) yang bekerja pada sel tiroid. Obat- obat ini
umumnya diberikan sekitar 18- 24 bulan. Pemakaian obat- obat ini dapat
menimbulkan efek samping berupa hipersensitifitas dan agranulositosis. Apabila
timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi bila timbul agranulositosis
maka obat dihentikan.
Pada pasien
hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis serendah mungkin yaitu
200 mg/ hari atau lebih lagi. Hipertiroidisme kerap kali sembuh spontan pada
kehamilan tua sehingga propiltiourasil dihentikan. Obat- obat tambahan
sebaiknya tidak diberikan karena T4 yang
dapat melewati plasenta hanya sedikit sekali dan tidak dapat mencegah
hipertiroidisme pada bayi yang baru lahir. Pada masa laktasi juga diberikan
propiltiourasil karena hanya sedikit sekali yang keluar dari air susu ibu.
Dosis yang dipakai 100-150 mg tiap 8 jam. Setelah pasien eutiroid, secara
klinis dan laboratorium, dosis diturunkan dan dipertahankan menjadi 2 x 50
mg/hari. Kadar T4 dipertahankan
pada batas atas normal dengan dosis propiltiourasil < 100 mg/hari. Apabila
tirotoksikosis timbul lagi, biasanya pascapersalinan, propiltiourasil dinaikkan
sampai 300 mg/hari.
2. Pengobatan
dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium
radioaktif diberikan pada:
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisme
yang kambuh sesudah dioperasi
c. Gagal
mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Tidak
mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
e. Adenoma
toksik, goiter multinodular toksik
Digunakan Y131
dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat
mengendalikan tirodotoksikosis dalam 3 bulan, namun ⅓ pasien menjadi hipotiroid
pada tahun pertama. Efek samping pengobatan dengan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme, eksaserbasi hipotiroidisme dan tiroiditis.
3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk
mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi adalah :
a. Pasien
umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid
b. Pada
wanita hamil ( trimester kedua ) yang memerlukan obat anti tiroid dosis besar
c. Alergi
terhadap obat antitiroid, pasien tidak
dapat menerima yidium radioaktif
d. Adenoma
toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada
penyakit Graves yang berhubungan dengan satu lebih nodul
Sebelum operasi, biasanya pasien
diberi obat antitiroid sampai eutiroid kemudian diberi cairan kalium yodida
100-200 mg/hari atau cairan lugol
10-15 tetes/hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi
vaskularisasi pada kalenjar tiroid.
4. Pengobatan
tambahan
a. Sekat
β adregenik
Obat ini diberikan untuk mengurangi
gejala dan tanda hipertiroidisme. Dosis diberikan 40-200 mg/hari yang dibagi
atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia diberi 10 mg/6jam.
b. Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan
dengan yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan dalam dosis
100-300 mg/hari.
c. Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding
propiltiourasil dan sangat baik digunakan pada keadaan akut seperti krisis
tiroid. Kerja ipodat adalah menurunkan konversi T4 diperifer, mengurangi
sintesis hormone tiroid serta mengurangi pengeluaran hormone dari tiroid.
d. Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti
yodium, namun tidak jelas keuntungannya dibandingkan dengan yodium. Litium
dapat digunakan pada pasien dengan krisis tiroid yang alergi terhadap yodium.
B.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Aktivitas
/ istirahat
DS : keletihan / kelelahan
DO : takikardia
b. Sirkulasi
DS : nyeri dada ( angina)
DO
:hipotensi, nadi perifer melemah, takikardia, disritmia (fibrilasi atrium), palpitasi, ekstrimitas dingin, sianosis dan pucat.
c. Integritas
ego
DS : adanya riwayat factor stress yang baru
dialami, termasuk sakit fisik / pembedahan, ketidakmampuan mengatasi stress.
DO : tanda
ansietas misalnya gelisah, pucat, berkeringat, tremor / gemetar, suara gemetar,
emosi labil ( euphoria sedang sampai delirium), depresi.
d. Eliminasi
DS : perubahan dalam feces : diare
DO : konsistensi feses cair,
e. Makanan
/ cairan
DS : anoreksia,
mual, BB menurun, nafsu makan meningkat, makan banyak, kehausan
DO : muntah, pembesaran
tiroid, goiter, edema nonpitting terutama daerah pretibial
f. Neurosensori
DS : tidak tahan panas
DO : bicara cepat dan parau
Gangguan status mental dan prilaku
seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis,
stupor. Koma.
Tremor halus pada tangan
g. Nyeri
/ kenyamanan
DS : nyeri orbital, fotofobia
DO : kelopak mata sulit menutup
h. Pernafasan
DS : mengeluh nafas terasa sesak
DO : frekuensi pernafasan
meningkat, takipnea, dispnea
i.
Keamanan
DS : tidak toleransi terhadap
panas, keringat yang berlebihan
DO : suhu meningkat diatas 37,5 º C
Eksoftalmus
j.
Seksualitas
DS : nafsu seks menurun
DO : penurunan
libido, hilangnya tanda – tanda seks sekunder misalnya : berkurangnya rambut –
rambut pada tubuh terutama pada wanita
Hipomenore,amenore dan impoten
k. Penyuluhan
/ pembelajaran
DS :
DO :
2.
Diagnosa
Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Penurunan curah jantung b/d hipertiroid
tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung;
perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan
frekuensi, irama dan konduksi jantung.
b. Diare
b/d peningkatan aktivitas metabolik
c. Pola
nafas tak efektif b/d peningkatan penggunaan O2
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme (peningkatan
nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare
e. Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan akibat
metabolisme yang meningkat
f. Ansietas
b/d factor fisiologis : status hipermetabolik ( stimulasi SSP), efek pseudokatekolamin
dari hormone tiroid.
g. Gangguan
body image b/d perubahan penampilan sekunder terhadap cacat tubuh
h. Resti
terhadap kerusakan integritas jaringan kornea b/d perubahan mekanisme
perlindungan dari mata : kerusakan penutupan kelopak mata / eksoftalmus
i.
Gangguan persepsi
sensori : visual b/d gangguan perpindahan impuls sensori akibat oftalmopati
j.
Perubahan kenyamanan
b/d kelelahan sekunder terhadap peningkatan metabolisme
k. Risiko
terhadap hipertermi b/d peningkatan produksi panas sekunder terhadap
peningkatan metabolisme
l.
Kemungkinan cedera b/d
penurunan tonus otot
m. Resti
terhadap perubahan proses pikir b/d perubahan pola tidur
n. Gangguan
pola tidur b/d suhu tubuh yang meningkat akibat peningkatan metabolisme
3.
Rencana
Tindakan
Prioritas diagnosa keperawatan :
1. Penurunan
curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan
hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; perubahan dalam arus balik
vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi
jantung.
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme (peningkatan
nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare
3. Gangguan
persepsi sensori : visual b/d gangguan perpindahan impuls sensori akibat
oftalmopati
4. Diare
b/d peningkatan aktivitas metabolik
5. Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan akibat metabolisme yan g meningkat
6. Gangguan
pola tidur b/d suhu tubuh yang meningkat akibat peningkatan metabolisme.
7. Resti
terhadap perubahan proses pikir b/d pola tidur
4.
Evaluasi
1. Dx
I :
Pasien dapat mempertahankan curah
jantung yang adekut sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda
vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler normal, status
mental baik, tidak ada disritmia.
2. Dx
II :
Nutrisi pasien adekuat, menunjukkan
BB yang stabil disertai dengan nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari
tanda-tanda malnutrisi.
3. Dx
III :
Pasien mampu memperthankan
kelembaban membrane mukosa mata, terbebas dari ulkus, mampu mengidentifikasikan
tindakan untuk memberikan perlindungan pada mata dan pencegahan komplikasi.
4. Dx
IV :
Pasien mampu mempertahankan
orientasi realita umumnya, mengenali perubahan dalam berpikir /perilaku dan
factor penyebab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar