- KONSEP
DASAR PENYAKIT
- DEFINISI
/ PENGERTIAN
Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah
penyakit infeksi yang menyerang jaringan parenkim paru yang disebabkan oleh
kuman mikobakterium tuberkulosis.
- ETIOLOGI
/ PENYEBAB
Penyakit TB Paru disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosis berbentuk batang / basil tahan asam (BTA) yang bersifat aerobik.
Terdapat beberapa strain dari kuman ini,
yang bersifat pathogen terhadap manusia adalah strain bovin dan human.
- EPIDEMIOLOGI
/ INSIDENS PENYAKIT
TB Paru merupakan masalah kesehatan
di seluruh dunia dengan angka mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh,
perumahan dibawah standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. Mikobakterium
tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.
Pada tahun 1993 WHO mencanangkan
kedaruratan global penyakit TBC, karena pada sebagian besar negara di dunia
penyakit TBC tidak terkendali. Ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995
diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan
kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines for National
Programmes,1997). Di Negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25 % dari
seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC
ada di negara berkembang, 75% adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).
Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan akan memicu peningkatan
jumlah penderita TBC.
Di Indonesia TBC merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995
menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3)
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan nomor satu dari
golongan penyakit infeksi. Pada tahun 1999 WHO memperkirakan di Indonesia
setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian sekitar 140.000.
Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 kasus
baru TBC Paru BTA positif.
- PATOFISIOLOGI
Tempat masuknya kuman tuberkulosis
adalah saluran pernapasan, pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Namun
kebanyakan infeksi terjadi melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel dari orang terinfeksi. Basil tuberkel
yang mencapai permukaan alveolus biasanya berada di bagian bawah lobus atas
paru-paru atau di bagian atas lobus bawah dan membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear (PMN) memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya.
Selanjutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh dengan
sendirinya.
Proses dapat terus berlanjut dan bakteri
terus difagosit dan berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui
kelenjar limfe regional. Lesi berkembang dan terbentuk jaringan parut yang
mengelilingi tuberkel yang disebut fokus ghon
dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dengan fokus ghon disebut kompleks ghon. Fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan
membentuk masa seperti keju, dapat mengalami kalsifiksi membentuk lapisan protektif
sehingga kuman menjadi dorman.
Setelah pemajanan dan
infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi akibat
infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman. Hanya sekitar 10% yang awalnya
terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50
tahun dalam keadaan dorman. Penyakit dapat juga menyebar melalui kelenjar limfe
dan pembuluh darah yang dikenal denga penyebaran limfohematogen ke berbagai
organ lain seperti usus, ginjal, selaput otak, kulit dan lain-lain.
5. KLASIFIKASI
PENYAKIT DAN TIPE PENDERITA
Tujuan
dilakukan klasifikasi penyakit dan tipe penderita untuk menetapkan panduan obat
anti tuberculosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
5.1 Klasifikasi Penyakit
5.1.1 Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TB
Paru dibedakan menjadi :
1) TB
Paru BTA Positif.
Ø Sekurang-kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu,pagi,sewaktu) hasilnya positif.
Ø 1
spesimen dahak SPS BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB
Paru aktif.
2) TB
Paru BTA Negatif.
Ø Pemeriksaan
3 spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif.
Ø Dibedakan
menjadi bentuk berat dan ringan. Bentuk berat memperlihatkan gambaran foto
rontgen dada dengan kerusakan paru yang luas dan atau keadaan umum yang buruk.
5.1.2
Tuberkulosis ekstra
paru
Tuberkulosis
yang menyerang organ pleura, selaput otak, perikardium, kelenjar limfe, tulang,
persendian, usus, kulit, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain
dibagi menjadi :
1) TB
Ekstra Paru Ringan.
Ø Misalnya
TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2) TB
Ekstra Paru Berat.
Ø Misalnya
meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleura eksudativa duplex, tb
tulang belakang, usus, saluran kencing dan alat kelamin.
5.2.Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya yaitu :
1) Kasus Baru adalah penderita yang
belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian).
2) Kambuh atau Relaps adalah pendeita tuberkulosis
yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
3) Pindahan adalah penderita yang sedang
mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini disertai dengan surat pindah atau rujukan.
4) Lalai / Drop Out adalah penderita
yang sudah berobat minimal 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih kemudian datang
kembali berobat umumnya dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
6.
MANIFESTASI KLINIS
Pada
stadium dini tidak tampak adanya gejala yang khas. Selanjutnya pasien
menunjukkan demam subfebris, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan,
berkeringat malam, nyeri dada, sesak napas dan batuk yang menetap. Batuk pada
awalnya mungkin nonproduktif, tapi dapat berkembang kearah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis.
7. DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis
apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen
positif perlu diadakan pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS
ulang. Dapat pula dilakukan kultur sputum dan tes kulit tuberkulin. Sementara
itu tes kulit tuberkulin (mantoux)
digunakan untuk menentukan apakah individu telah terinfeksi atau terpapar basil
TBC. Dilain pihak hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut
menderita TBC, misalnya pada pasien HIV/AIDS, malnutrisi, TBC milier atau
morbili. Di Indonesia uji tuberkulin tidak memiliki arti dalam menentukan
diagnosis TBC pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah
terinfeksi mikobakterium tuberkulosis karena tingginya prevalensi TBC.
8. PENATALAKSANAAN
MEDIS
TB
Paru diobati dengan obat anti tuberkulosis selama periode 6 -8 bulan. Lima
medikasi garis depan : Isoniasid (H), Ripamfisin (R), Streptomisin (S), Etambutol
(E) dan Pirazinamid (Z). Pengobatan diberikan dalam 2 tahap : tahap
intensif (awal) penderita mendapat obat
setiap hari dan tahap lanjutan penderita minum obat 3 kali seminggu.
Panduan
obat yang ada di Indonesia meliputi :
1)
Kategori 1 ; tahap intensif terdiri dari HRZE selama 2 bulan dan tahap lanjutan
terdiri dari HR selama 4 bulan. Panduan ini diberikan pada penderita baru BTA
positif, BTA negatif rontgen positif yang sakit berat dan TBC ekstra paru
berat.
2)
Kategori 2 ; tahap intensif diberikan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan
dengan HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari, 1 bulan dengan HRZE. Untuk
tahap lanjutan penderita diberi HRE selama 5 bulan. Panduan ini untuk penderita
kambuh,gagal atau setelah lalai (after default).
3)
Kategori 3 ; tahap intensif dengan HRZ selama 2 bulan dan tahap lanjutan dengan
HR selama 4 bulan. Panduan ini untuk penderita BTA negative rontgen positif
sakit ringan, ekstra paru ringan.
B. KONSEP
DASAR ASKEP
1.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Ø Riwayat
kesehatan dan periksaan fisik lengkap.
Ø Manifestasi
klinis : demam, anoreksia, penurunan BB, berkeringat malam, keletihan, batuk
dan terbentuknya sputum.
Ø Catat
setiap perubahan suhu tubuh atau frekuensi pernapasan, jumlah dan warna
sekresi, frekuensi batuk dan nyeri dada.
Ø Evaluasi
bunyi napas (menghilang,bunyi bronkial,bronkovesikuler,krekles), fremitus,
egofoni, dan perkusi pekak.
Ø Periksa
adanya pembesaran nodus limfe yang sangat nyeri.
Ø Kaji
kesiapan emosional pasien untuk belajar, persepsi dan pengertiannya tentang
tuberkulosis dan pengobatannya.
Ø Evaluasi
fisik dan hasil laboratorium.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN /
POTENSIAL KOMPLIKASI
1) Bersihan
jalan napas tidak efektif b.d sekresi trakeobronkial yang sangat banyak.
2) Regimen
terapeutik tidak efektif b.d kompleksitas pengobatan jangka panjang.
3) Intoleransi
aktifitas b.d keletihan,perubahan status nutrisi dan demam.
4) Risiko
ketidakseimbangan suhu tubuh b.d rangsangan pusat pengatur suhu akibat zat
pirogen kuman TBC.
5) Nyeri
akut b.d peningkatan mediator nyeri akibat reaksi inflamasi.
6) Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan / anoreksia.
7) Kurang
pengetahuan tentang tindakan pencegahan penularan b.d informasi tak adekuat.
8) PK : efek samping medikasi.
9) PK
: TB miliaris.
3.
RENCANA INTERVENSI
KEPERAWATAN
1) Peningkatan
bersihan jalan napas.
Ø Pantau
tanda-tanda bersihan jalan napas tak efektif (sputum kental,dispnea,ronki)
Ø Tingkatkan
masukan cairan yang adekuat.
Ø Anjurkan
menghirup uap hangat dengan kelembaban tinggi.
Ø Anjurkan
posisi yang nyaman untuk drainase sputum.
Ø Kolaborasi
pemberian ekspektoran.
2) Peningkatan
regimen terapeutik.
Ø Kaji
tingkat kepatuhan pasien untuk pengobatan jangka lama.
Ø Jelaskan
kepada pasien pentingnya mengikuti protokol pengobatan dengan baik.
Ø Diskusikan
dengan pasien dan keluarga tentang faktor pendukung dan penghambat pengobatan.
3) Meningkatkan
toleransi terhadap aktifitas.
Ø Kaji
faktor-faktor yang menimbulkan keletihan.
Ø Pantau
tingkat toleransi pasien terhadap aktivitas.
Ø Jelaskan
manfaat aktivitas untuk mempercepat proses penyembuhan.
Ø Tingkatkan
kemandirian dalam perawatan diri, bantu jika keletihan terjadi.
Ø Anjurkan
aktifitas alternatif sambil istirahat.
4) Mempertahankan
suhu tubuh dalam batas normal.
Ø Kaji
tanda-tanda peningkatan suhu tubuh.
Ø Jelaskan
bagaimana suhu tubuh dapat meningkat akibat infeksi.
Ø Pertahankan
hidrasi adekuat.
Ø Kolaborasi
pemberian antipiretika bila perlu.
5) Mengatasi
nyeri akut.
Ø Kaji
tingkat nyeri (PQRST).
Ø Jelaskan
penyebab terjadinya nyeri.
Ø Ajarkan
teknik distraksi dan relaksasi
Ø Kolaborasi
pemberian analgetik bila perlu.
6) Meningkatkan
nutrisi yang adekuat.
Ø Kaji
status nutrisi dan faktor-faktor yang mungkin mengganggu nafsu makan.
Ø Jelaskan
pentingnya asupan gizi yang adekuat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Ø Anjurkan
makan porsi kecil tapi sering.
Ø Kolaborasi
diet dengan ahli gizi.
Ø Kolaborasi
pemberian vitamin.
7) Meningkatkan
pengetahuan pasien tentang cara pencegahan penularan.
Ø Kaji
tingkat pemahaman pasien/keluarga tentang cara mencegah penularan.
Ø Diskusikan
faktor-faktor yang pendukung dan penghambat penularan.
Ø Instruksikan
pasien dan keluarga tentang prosedur pengendalian infeksi (menutup mulut saat
batuk,mencuci tangan,membuang sputum pada tempatnya)
8) Mencegah
komplikasi efek samping obat.
Ø Pantau
tanda / gejala efek samping obat.
Ø Jelaskan
efek samping masing-masing OAT.
Ø Jelaskan
hal-hal yang harus dihindari /dilakukan terhadap masing-masing jenis OAT.
Ø Pantau
kadar enzim-enzim hepar, BUN, Kreatinin untuk mendeteksi fungsi hepar dan
ginjal.
Ø Instruksikan
pasien menghubungi perawat/dokter bila terjadi efek samping.
9) Mencegah
komplikasi TB Miliaris
Ø Jelaskan
tanda-tanda penyebaran infeksi TBC ke bagian tubuh non pulmonal.
Ø Pantau
tanda-tanda infeksi TBC non pulmonal (lonjakan suhu tubuh, perubahan fungsi
ginjal dan kognitif).
Ø Lapor
dokter bila terdapat tanda TB Miliaris.
4.
EVALUASI KEPERAWATAN
1) Mempertahankan patensi jalan napas dengan mengatasi sekresi
menggunakan humidifikasi, masukan cairan, batuk dan
drainase postural.
2) Mematuhi regimen pengobatan dengan minum obat sesuai yang diharuskan.
3) Mempertahankan jadwal
aktifitas.
4) Tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh.
5) Pasien menyatakan tingkat
penurunan nyeri.
6) Masukan nutrisi yang adekuat.
7) Menunjukkan pemahaman dan
tingkah laku dalam pencegahan penularan.
8) Melakukan langkah-langkah pencegahan efek samping obat
(menghindari alkohol,kafein), melakukan
pemeriksaan fisik teratur untuk mengtahui fungsi ginjal hepar.
9) Tidak menunjukkan komplikasi
(TB Miliaris).
DAFTAR PUSTAKA
-
Brunner & Suddarth,
(1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
-
Carpenito, L.J.,
(2006), Buku Saku Diagnosa Keperawatan,EGC, Jakarta.
-
Doengoes,M.E.,(1998), Dokumentasi
& Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
-
Depkes RI, (2002), Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Anonim, Jakarta.
-
Guyton, A.C., (1995), Fisiologi
Manusia, EGC, Jakarta.
-
Mansyur,A., (2001), Kapita
Selekta Kedokteran, Media Aeskulapius, Jakarta.
-
Price,S.A. &
Wilson,L.M.,(1995), Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
EGC, Jakarta.
-
Suyono, S., (1996), Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar