A.
PENGERTIAN
Gangguan eliminasi urine adalah
keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi
eliminasi urine (Carpenito, Lynda Jual, 2007:502). Pembuangan normal urine
merupakan suatu fungsi dasar yang sering dianggap enteng oleh kebanyakan orang.
Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua
sistem organ pada akhirnya akan terpengaruh. Klien yang mengalami perubahan
eliminasi urine juga dapat menderita secara emosional akibat perubahan citra
tubuh. Eliminasi urine tergantung kepada
fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine.
Ureter mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menyimpan
urine sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine keluar dari tubuh melalui
uretra. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine
berhasil dikeluarkan (Potter&Perry, Edisi:4, Vol.2:1679)
1. Inkontinesia
Urine ialah kehilangan kontrol berkemih
a. Inkontinesia
Urine Fungsional : keadaan ketika individu mengalami inkontinesia karena
kesulitan dalam mencapai atau ketidakmampuan
untuk mencapai atau ketidakmampuan untuk mencapai toilet sebelum
berkemih
b. Inkontinesia
urine Refleks: Keadaan ketika individu mengalami pengeluaran urine involunter
yang dapat diprediksi tanpa sensasi dorongan, berkemih, atau kandung kemih
penuh.
c. Inkontinesia
Urine Stres : keadaan ketika individu mengalami pengeluaran urine involunter
segera pada peningkatan tekanan intraabdominal
d. Inkontinesia
Urine Total: keadaan ketika individu mengalami kehilangan urine terus menerus
yang tidak dapat diperkirakan, tanpa distensi atau tidak menyadari kandung
kemih penuh.
e. Inkontinesia
Urine Dorongan : keadaan ketika individu mengalami pengeluaran urine involunter
yang dihubungkan dengan keinginan kuat dan tiba-tiba berkemih.
f. Retensi
urine: keadaan ketika individu mengalami ketidakmampuan kronis untuk berkemih
diikuti oleh berkemih involunter (inkonten aliran berlebih)
g. Enuresis
Maturasional : suatu keadaan ketika anak mengalami berkemih involunter selama
tidur, yang bukan karena masalah patofisiologis.
B.
FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN
1. Patofisiologis
a. Berhubungan
dengan inkompeten outlet kandung kemih sekunder akibat anomali saluran
perkemihan kongenital
b. Berhubungan
dengan penurunan kapasitas kandung kemih atau iritasi pada kandung kemih
sekunder akibat infeksi, glikosuria, trauma, karsinooma, atau uretritis
c. Berhubungan
dengan penurunan isyarat kandung kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali
isyarat kandung kemih sekunder akibat: infeksi/tumor/cedera medulla spinalis,
infeksi/tumor/cedera otak, cedera serebrovaskular, penyakit demielinisasi,
multipel sklerosis, neuropati diabetik, neuropati alkoholik, tabes dorsalis,
parkinsonisme
2. Tindakan
yang Berhubungan
a. Berhubungan
dengan efek pembedahan pada sfingter kandung kemih sekunder akibat
pascaprostatektomi atau diseksi pelvik ekstensif
b. Berhubungan
dengan instrumentasi diagnostik
c. Berhubungan
dengan penurunan tonus otot kandung kemih sekunder akibat: anestesi umum atau spinal,
terapi obat (iatrogenik), antihistamin, epenefrin, antikolinergik, sedatif,
pasca-pemakaian kateter menetap, terapi imunosupresif, diuretik, tranquilezer,
relaksasi otot
3. Situasional
(personal, lingkungan)
a. Berhubungan
dengan kelemahan otot dasar panggul sekunder akibat: obesitas, kelahiran anak,
penuaan, penurunan berat badan yang baru dialami.
b. Berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengkomunikasian kebutuhan.
c. Berhubngan
dengan obstruksi outlet kandung kemih sekunder akibat impaksi fekal/konstipasi
kronis.
d. Berhubungan
dengan penurunan tonus otot kandung kemih sekunder akibat dehidrasi
e. Berhubungan
dengan penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih sekunder akibat: depresi,
supresi perhatian, konfusi, delirum.
f. Berhungan
dengan hambatan lingkungan ke kamar mandi sekunder akibat: jauhnya toilet,
lingkungan sekitar yang tidak terbiasa, buruknya pencahayaan, tempat tidur
terlalu tinggi atau pemasangan pagar tempat tidur
g. Berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi pada saat diperlukan sekunder
akibat: gangguan mobilitas, penggunaan kafein/alkohol
4. Maturasional
a. Anak-anak
1) Berhubungan
dengan kapasitas kandung kemih yang kecil
2) Berhubungan
dengan kurang mootivasi
C.
BATASAN
KARAKTERISTIK
Mayor ( harus terdapat,
satu atau lebih)
Melaporkan atau
mengalami masalah eliminasi urine, seperti:
a. Dorongan
berkemih
b. Sering
berkemih
c. Keragu-raguan
d. Nokturia
e. Enuresis
f. Menetes
g. Distensi
kandung kemih
h. Inkontinen
i.
Volume urine residu
yang banyak
D.
RUMUSAN
MASALAH
1. Inkontinensia
urine fungsional
2. Inkontinensia
urine refleks
3. Inkontinensia
urine stres
4. Inkontinensia
urine total
5. Inkontinensia
urine dorongan
6. Resistensi
urine
7. Enuresis
maturasional
E.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Tujuan:
1. Memahami
arti eliminasi urine
2. Membantu
mengosongkan kandung kemih secara penuh
3. Mencegah
infeksi
4. Mempertahankan
integritas kulit
5. Memberikan
rasa nyaman
6. Mengembalikan
fungsi kandung kemih
7. Memberikan
asupan cairan secara tepat
8. Mencegah
kerusakan kulit
9. Memulihkan
self esteem atau mencegah tekanan
emosional
1. Intervensi
Diagnosa : Inkontinensia urine fungsional
a. Tingkatkan
faktor yang berperan dalam kontinen, seperti:
1) Pertahankan
hidrasi optimal dengan cara
a) Beriakan
asupan cairan 200-300 ml/hari, kecuali bila terdapat kontraindikasi
b) Ajarkan
untuk tidak tergantung pada rasa haus baru minum
c) Atur
jarak minum, sebaiknya setiap 2 jam
d) Kurangi
asupan cairan pada malam hari
e) Kurangi
minuman seperti kopi, jus anggur, teh, atau minuman yang berdampak diuretik
f) Jangan
memakan tomat dan jus jeruk dalam jumlah banyak karena dapat menyebabkan sifat
basa.
2) Pertahankan
nutrisi yang adekuat
3) Tingkatkan
integritas diri dan berikan motivasi kemampuan mengontrol kandung kemih, dengan cara menghindari
penggunaan bedpan (pispot)
4) Tingkatkan
itegritas kulit, dengan cara
a) Bersihkan
area dan keringkan
b) Berikan
salep pelindung
5) Tingkatkan
higiene perseorangan, dengan cara
a) Mandi
dengan air mengalir
b) Bersihkan
perineum dan uretra dari depan ke belakang (bagi wanita)
b. Jelaskan
cara mengenali perubahan urine yang abnormal seperti adanya peningkatan mukosa,
darah dalam urine, dan perubahan warna.
c. Ajarkan
cara memantau adanya tanda dan gejala ISK, seperti peningkatan suhu, perubahan
keadaan urine, nyeri pubis bagian atas, nyeri saat berkemih, ingin berkemih
sedikit, dan sering meningkatnya pH urine, mual, atau muntah.
2. Intervensi
diagnosa: Inkontinensia urine refleks
Ajarkan teknik
merangsang refleks berkemih seperti: mekanisme pemicu kutaneus
a. Ketuk
supra pubis secara dalam, tajam, dan berulang
b. Anjurkan
pasien untuk
1) Posisi
setengah duduk
2) Mengetuk
kandung kemih secara langsung dengan rata-rata 7-8 kali setiap 5 detik
3) Gunakan
satu tangan
4) Pindahkan
sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi paling berhasil.
5) Lakukan
hingga aliran baik
6) Tunggu
kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong.
7) Apabila
rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respons, berarti sudah tidak ada lagi
yang dikeluarkan
c. Apabila
belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2-3 menit dan berikan jeda waktu
1 menit di antara setiap kegiatan
1) Tekan
gland penis.
2) Pukul
perut di atas ligamen inguinal
3) Tekan
paha bagian dalam
4) Catat
jumlah asupan dan pengeluaran
5) Jadwalkan
program kateterisasi pada saat tertentu.
3. Intervensi
diagnosa: Inkontinensia urine stres
Kurangi faktor penyebab
seperti:
a. Kehilangan
jaringan atau tonus otot, dengan cara:
1) Ajarkan
untuk mengidentifikasi otot dasar pelvis dan kekuatan kelemahannya saat
melakukan latihan (latihan kegel sebanyak 25 kali, setiap latihan 4-6 set
setiap hari).
2) Untuk
otot dasar pelvis posterior dengan imajinasi, coba hentikan aliran feses dan
kencangkan otot-otot anus dalam waktu 10 detik tanpa merapatkan kaki atau
otot-otot abdomen.
3) Untuk
otot dasar pelvis anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine,
kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan
atau rileks, ulangi hingga 10 kali dan lakukan 4 kali sehari.
4) Hentikan
dan mulailah aliran urine beberapa saat selama berkemih
b. Meningkatnya
tekanan abdomen, dengan cara:
1) Latih
untuk menghindari duduk lama
2) Latih
untuk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam
4. Intervensi
diagnosa : Inkontinensia urine total
a. Pertahankan
jumlah cairan dan berkemih
b. Rencanakan
program kateterisasi intermiten apabila ada indikasi
c. Apabila
terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangkan untuk pemasangan
kateter indweeling.
5. Intervensi
diagnosa : inkontinensia urine dorongan
a. Pertahankan
hidrasi secara optimal
b. Ajarkan
untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dengan cara
1) Tentukan
volume kemih setiap kali melakukannya.
2) Anjurkan
untuk menahan selama mungkin.
3) Hindari
sering berkemih yang merupakan kebiasaan.
4) Kembangkan
program rekondisi kandung kemih
c. Ajarkan
pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih yang tidak
biasa).
d. Anjurkan
berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi, dan
lain-lain
e. Anjurkan
menahan sampai waktu berkemih
f. Lakukan
kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih.
6. Intervensi
Diagnosa : Retensi Urine
a. Intervensi
: minta klien untuk berusaha berkemih pada waktu yang terjadwal secara teratur
Rasional : melatih
mengosongkan kandung kemih secara teratur dapat mengurangi terjadinya
pengeluaran air kemih dalam bentuk tetesan.
b. Intervensi
: instruksikan klien untuk melakukan latihan dasar panggul (kegel exercise)
diluar waktu berkemihnya. Minta klien melakukan latihan ini setiap kali berkeih
Rasional : latihan
dasar panggul (kegel) membantu memperkuat otot-otot panggul pada saat saraf
panggul utuh
c. Intervensi:
minta klien menggunakan kompresi kandung kemih (metode crade) selama berkemih.
Rasional : metode crede
membantu menstimulasi mikturisi dan mengosongkan kandung kemih
7. Intervensi
diagnosa : Enuresis Maturasional
a. Jelaskan
sifat enuresis pada orang tua dan anak .
b. Jelaskan
orang tua bahwa ketidaksetujuan (membuat malu, menghukum) tidak berguna dalam
menghentikan enuresis tetapi sebaliknya dapat membuat anak menjadi pemalu,
malu, dan takut.
c. Beri
penenangan pada anak bahwa anak yang lainpun mengompol di tempat tidur di malam
hari dan jelaskan pada anak bahwa hal tersebut bukan hal yang nakal atau
berdosa.
d. Ajarkan
:
1) Setelah
anak minum cairan, dorong ia untuk menunda berkemih untuk membantu regangan
kandung kemih.
2) Anak
berkemih sebelum tidur, untuk membatasi cairan selama waktu tidur
3) Jika
anak terbangun pada malam hari (sekitar pukul 11 malam) untuk berkemih, upayakan
untuk membangunkan anak dengan baik sehingga anak merasakan penguatan yang
positif.
4) Kesadaran
anak tentang sensasi yang terjadi saat waktunya berkemih.
5) Kemampuan
anak untuk mengontrol perkemihan (pastikan anak mulai dan menghentikan aliran
berkemih; mintalah anak menahan urine selama siang hari, meskipun hanya waktu
yang singkat).
e. Minta
anak untuk menyimpan catatan kemajuan; tekankan tentang tidak mengompol pada
siang atau malam hari (misalnya menandainya dengan tanda bintang pada
kalender).
f. Jelaskan
bagaimana alarm enuresis nokturnal ( Schulman,2000)
g. Ajarkan
anak dan keluarga teknik mengontrol efek yang merugikan dari enuresis (misalnya
penggunaan selimut matras plastik, penggunaan kantung tidur anak itu sendiri
ketika menginap di luar rumah)
h. Cari
kesempatan untuk mengajarkan masyarakat tentang enuresis dan inkontinen
(misalnya sekolah dan organisasi orang tua, kelompok penolong sendiri.
F.
EVALUASI
KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan terhadap
gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam:
1. Miksi
secara normal, ditunukkan dengan kemampuan pasien berkemih sesuai dengan asupan
cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung
kemih, atau kateter.
2. Mengosongkan
kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi, volume urine residu,
dan lancarnya kepatenan drainase.
3. Mencegah
infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya tanda infeksi, tidak ditemukan adanya
disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar.
4. Mempertahankan
integritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi dan
kulit sekitar ureterostomi kering.
5. Memberikan
rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan adanya
distensi pada kandung kemih, dan adanya ekspresi senang mengenai perasaan.
6. Melakukan
bladder training, ditunjukkan dengan
berkurangnya frekuensi inkontinesia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007.
Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC
Halimul. A. Aziz.2006.Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia 2.Jakarta: Salemba Medika
NANDA Internasional.
2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC
Potter dan Perry. Fundamental
Keperawatan Volume 2. Jakarta: EGC
Nanda
NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa
Medis Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta : EGC
Nanda
NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar