A.
KONSEP
TEORI
a.
Definisi
Tonsilitis adalah
radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama streptococcus haemoliticus atau virus. (Heny Kartika, Wordpress.com)
Tonsillitis
adalah inflamasi pada tonsil palatine yang disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri.
b.
Insiden
kasus
USA
Tonsilitis
adalah penyakit yang umum terjadi. Setiap anak-anak paling tidak akan mengalami
paling sedikit satu kali episode tonsilitis. Faringitis menyertai banyak
infeksi saluran pernafasan atas. Antara
2,5% dan 10,9% anak sebagai karier. Sepertiga anak-anak dari 45.000 kejadian
abses peritonsiler terjadi di USA tahun 1995.
Internasional
Tonsilitis rekurent dilaporkan terjadi 11,7% pada
anak-anak Norwegia dan 12,1% pada anak-anak Turki. Keluarga dengan riwayat
atopi dan tonsilectomy di prediksi akan mengalami tonsilitis pada anak-anak
mereka.
Penyebab
Paling banyak disebabkan oleh virus:
1) HSV
(Herpes Simplex Virus)
2) EBV
(Epstein-Barr Virus)
3) Cyto
megalo Virus
4) Adeno
Virus
5) Measles
Virus
Bakteria:
1) GABHS
(Group A Beta-Hemolytic Streptococcus)
2) S.Pyrogenis
3) Nesseria
Gonorhea
c. Patofisiologi
Deskripsi :
Saat
bakteri dan virus masuk ke dalam virus melalui hidung atau mulut, tonsil
berfungsi sebagai filter atau penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya
tersebut dengan sel-sel darah putih.
Hal ini akan memicu system kekebalan tubuh
untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel
kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limpoid supervisial bereaksi ,
terjadi pembendungan kadang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuclear.
Saat folikel mengalami peradangan tonsil
akan membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir ke dalam saluran
(kanal) dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak
kuning. Kotoran tersebut disebut detritus. Detritus terdiri atas kumpulan
leukosit folimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas
Detritus dapat melebar dan membentuk
membrane semu (pseudo membrane) yang menutupi tonsil.
Radang
berulang akan mengikis epitel mukosa tonsil dan jaringan limpoid. Selama proses
penyembuhan lymphoid akan berganti oleh jaringan parut yang akan mengkerut.
Sehingga melebarkan kripti yang terisi oleh detritus. Bila keadaan ini terus
berulang maka dapat menembus kapsul tonsil sehingga melekatkan dengan jaringan
seluler fosa tonsilaris yang disertai pembesaran kelenjar sub mandibula.
d. Klasifikasi
Dalam beberapa
kasus ditemukan 3 macam tonsillitis yaitu:
1) Tonsilitis
akut
2) Tonsilitis
membranosa
3) Tonsilitis
kronis
Penjelasan :
1) Tonsilitis
akut
Etiologi :
Tonsilitis akut
ini lebih disebabkan oleh kuman grup A streptococcus beta hemolitikus,
pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Virus
terkadang juga menjadi penyebab penyakit ini. Tonsilitis ini seringkali terjadi
mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1-4 derajat Celsius.
Patofisiologi
:
Penularan
penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi,
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Manifestasi
klinik :
Tonsilitis
streotokokus grup A harus dibedakan dari difteri, faringitis non bacterial,
faringitis bakteri bentuk lain dan mononucleuosis infeksiosa. Gejala dan
tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsilitis akut ini meliputi suhu tubuh naik
hingga 40 º C, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau,
suara akan menjadi serak, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri
di persendian, tidak nafsu makan dan rasa nyeri ditelinga. Pada pemeriksaan
juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kalenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan.
Komplikasi
:
Otitis
media akut (anak-anak), abses parafaring, toksemia, septicemia, bronchitis,
nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.
Pemeriksaan :
a. Test
laboratorium
Test
laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam rematik,
glomerulunefritis dan demam jengkering.
b. Pemeriksaan
penunjang
Kultur dan uji
resistensi bila diperlukan
c. Terapi
Dengan
menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan.
Perawatan :
Perawatan yang dilakukan pada penderita
tonsilitis biasanya dengan perawatan
sendiri dan dengan menggunakan antibiotic. Tindakan operasi hanya dilakukan jika sudah mencapai
tonsilitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
a. Perawatan
sendiri
Apabila penderita
tonsilitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu hilang dengan
sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita banyak istirahat,
minum minuman hangat juga mengkonsumsi cairan menyejukkan.
b. Antibiotik
Jika tonsilitis
disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang berperan dalam proses penyembuhan.
Antibiotic oral perlu dimakan selama setidaknya 10 hari.
c. Tindakan
operasi
Tonsilektomy biasanya
dilakukan pada anak-anak jika anak mengalami tonsilitis selama tujuh kali atau
lebih dalam setahun, anak mengalami tonsilitis lima kali atau lebih dalam dua
tahun, amandel membengkak dan berakibat sulit bernafas, adanya abses.
2) Tonsilitis
membranosa
Ada beberapa
macam penyakit yang termasuk dalam tonsilitis membranosa beberapa diantaranya
yaitu : tonsilitis difteri, tonsilitis septic serta angina plaut Vincent.
2.1 Tonsilitis
difteria
Etiologi
Penyebab
penyakit ini adalah corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positif
pleomorfik penghuni saluran nafas atas yang dapat menimbulkan abnormalitas
toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi bakteriofag.
Patofisiologi
Bakteri masuk
melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran
nafas atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes kesekeliling lalu
selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah limfe. Toksin ini
merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai
fragmen A dan fragmen B, carboxyterminal yang disatukan melalui ikatan
disulfide.
Manifestasi
klinis
Tonsilitis
difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun. Penularan
melalui udara, benda atau makanan uang terkontaminasi dengan masa inkubasi 2-7 hari.
Gejala umum dari penyakit ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebris, nyeri
tenggorok, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah dan nadi lambat. Gejala
local berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membrane semu. Membrane ini
melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul perdarahan. Jika menutupi
laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila menghebat akan
terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kalenjar limfa leher akan
membengkak menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan
pada jantung berupa miokarditis sampai decompensation cordis.
Komplikasi
Laryngitis
difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan otot mata, otot
faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernafasan dan albuminuria.
Diagnosis
Diagnosis
tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan kllinis karena
penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat
langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody technique yang memerlukan
seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C, dipteriae dengan pembiakan pada
media loffter dilanjutkan test toksinogenesis secara vivo dan vitro. Cara PCR
(Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi
pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjagaan lebih lanjut untuk
menggunakan secara luas.
Pemeriksaan
1) Tes
laboratorium
Dilakukan dengan
cara preparat langsung kuman (dari permukaan bawah membrane semu). Medium
transport yang dapat dipakai adalah agar Mac conkey atau Loffter.
2) Test
Schick (test kerentanan terhadap dipteria)
3) Terapi
Anti dipteri
serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000
unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit ini.
Pengobatan
Tujuan dari
pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,
mengeliminasi C.dipteria untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi
penyerta dan penyulit dipteria. Secara umum dapat dilakukan dengan cara
istirahat selama kurang lebih 2 mgg serta pemberian cairan.
Secara khusus
dapat dilakukan dengan pemberian :
1) Antitoksin
: serum anti diphtheria (ADS)
2) Anti
microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain
50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromicin
40 mg/kg/hr
3)
Kortikosteroid
: diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas
dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik
4)
Pengobatan
penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena
penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya reversible.
5)
Pengobatan
carrier : ditunjukan bagi penderita yang tidak mempunyai keluhan.
Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
Test kekebalan
1) Kekebalan
aktif diperoleh dengan cara inapparent infection dan imunisasi dengan toksoid
diphtheria
2) Kekebalan
pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap diphtheria
(sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3 minggu)
2.2
Tonsilitis Septik
Penyebab dari
tonsillitis ini adalah sterptoccocus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi
sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya pasteurisasi
sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut.
2.3
Tonsilitis Plaut Vincent
Etiologi
Penyakit ini
disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C serta kuman
spirilum dan basil fusi form.
Manifestasi
klinis
Penyakit ini
biasanya ditandai dengan demam sampai 39ºC, nyeri kepala, badan lemah, dan
terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi,
gigi dan gusi berdarah.
Pemeriksaan
Mukosa mulut dan
faring hiperemis, tmpak membrane putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding
faring, gusi serta prosessus alveolaris, mulut berbau dan kalenjar submandibula
membesar.
Pengobatan
Memperbaiki
hygiene mulut, antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu, juga pemberian
vitamin C dan B kompleks
3) TONSILITIS
KRONIS
Etiologi
Bakteri penyebab
tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut, namun terkadang bakteri
berubah menjadi bakteri golongan gram negative.
Factor
predisposisi
Mulut yang tidak
hygiene, pengobatan radang akut yang tidak adekuat, rangsangan kronik karena
rokok maupun makanan.
Patofisiologi
Karena proses
yang berulang maka epitel mukosa jaringan limpoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limpoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh
detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Manifestasi
klinis
Adanya keluhan
pasien ditenggorokan seperti ada penghalang, tenggorokan terasa kering,
pernafasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan
tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus.
Komplikasi
Timbul rhinitis
kronis, sinusitis atau optitis media secara perkontinuitatum, endokarditis,
arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.
Pemeriksaan
1) Terapi
Terapi mulut (
terapi local ) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap.
Terapi radikal dengan tonsilektomy bila terapi medikamentosa tidak berhasil.
2) Factor
penunjang
Kultur
dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.
e.
GEJALA
KLINIS
·
Demam
·
Pembesaran tonsil yang
mengalami radang
·
Exsudate
·
Ptekie palatum
·
Nafas mulut dan
perubahan suara
·
Pembengkakan kalenjar
limfe cervical
·
Kekakuan leher
·
Tanda dehidrasi
f.
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
fisik dimulai dengan penentuan adanya derajat distress terhadap jalan nafas dan
fungsi menelan. Pemeriksaan faring dimulai dengan membuka mulut tanpa
mengeluarkan lidah, diikuti dengan penekanan lidah sebagian tengah. Dilanjutkan dengan pemeriksaan lengkap mukosa mulut, gigi
dan saluran kalenjar ludah. Penggunaan nasofaring dapat dipertimbangkan pada
kasus trismus.
Pada pemeriksaan fisik mungkin akan ditemukan adanya
demam dan pembesaran tonsil yang radang mungkin tampak adanya eksudat.
Grup A beta hemolitik streptococcus pyogenes dan EBH
menyebabkan tonsillitis yang ditandai dengan adanya ptekie palatal. Nafas mulut
dan perubahan suara disebabkan oleh obstruksi karena pembesaran tonsil.
Pembesaran kalenjar limfe servical dan kekakuan leher
dapat ditemukan. Pertimbangkan adanya mononucleosis oleh karena EBH pada orang
dewasa atau anak kecil. Terutama jika ada pembesaran kalenjar limfe pada
cervical, axila, inguinal, kelemahan dan kelelahan, demam mengikuti
tonsillitis.
Pasien dengan tonsillitis karena HSV akan tampak adanya
tonsil yang kemerahan, bengkak, dengan apthous ulkus pada permukaannya. Herpes labialis
dan lesi hypopharingeal dan epiglotik juga dapat ditemukan. Trismus
dapat ditemukan jika ada peritonsiler abses (PTA).
g.
Pemeriksaan
diagnostic / penunjang
1) Pemeriksaan
laboratorium
Tonsillitis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan laboratorium diperlukan
jika dicurigai infeksi GABHS :
·
Kultur
tenggorok : pemeriksaan (tanda untuk mendeteksi GAHBS)
·
RADT ( Rapid Antigen
Detection Test)
·
Mono spot serum test,
CBC Comt serum elektrolit
·
Serum
diperiksa untuk penentuan antibody strepptoccocus
2)
Pemeriksaan radiologis
·
Pemeriksaan
radiologis rutin tidak bermanfaat untuk tonsillitis
·
Pada
pasien yang mengalami tonsillitis dengan penyebaran kebagian leher yang lebih
dalam dan memerlukan CT Scan dengan kontras.
h.
Therapy
1) Penanganan
tonsillitis akut lebih banyak bersifat supportive dan focus pada:
·
Mempertahankan hidrasi
yang adekuat
·
Intake kalori yang
adekuat
·
Mengontrol nyeri dan
demam
2) Ketidakmampuan
mempertahankan intake cairan dan kalori oral mungkin memerlukan terapi
antibiotic intravenus dan analgetik, kortikosteroid IV mungkin diperlukan jika
adanya odema pharyngeal.
3) Obat-obatan
·
Kortikosteroid
-
Memperpendek lama demam
dan faringitis pada kasus mononukleus (MN)
-
Obstruksi jalan nafas
-
Anemia haemolitik
-
Cardiac dan penyakit
neurologi
·
Informasikan kepada
pasien komplikasi kortikosteroid
·
Antibiotic :
eritromicin, hindari ampicillin / penicillin karena menyebabkan popular rash.
·
Jika ada obstruksi
jalan nafas
-
Berikan / pasang naso
pharyngeal air way
-
Berikan O2
-
Berikan corticosteroid
IV
·
Penanganan Bedah:
recurrent tonsillitis
INDIKASI
TONSILEKTOMI
1) Sumbatan
1.1 hiperplasia
tonsil
1.2 gangguan
menelan
1.3 gangguan
berbicara
2) Infeksi
2.1 infeksi
telinga tengah berulang
2.2 rinitis dan
sinusitis
2.3 peritonsiler
abses
2.4 tonsilitis
kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap
3)
Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas
ASKEP
PADA PASIEN DENGAN TONSILITIS
1.
PENGKAJIAN
Pengumpulan
data dasar dilakukan merujuk pada
klasifikasi pengumpulan data oleh Doenges, dkk dalam Rencana Asuhan
Keperawatan, yaitu :
a.
Data dasar
1) Aktivitas / istirahat
DS
: kelemahan / kelelahan
DO
: takikardia
2) Sirkulasi
DS :
DO : hipotensi, kelemahan/ nadi perifer
lemah, warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah),
kelembaban kulit / membrane mukosa : berkeringat ( menunjukkan status syok,
nyeri akut, respon psikologik), takikardia, disritmia.
3) Integritas ego
DS
: factor stress akut / kronis ( keuangan, hubungan kerja), perasaan tidak berdaya.
DO : tanda ansietas misalnya :
gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
4)
Pernafasan
DS
: sulit bernafas
DO
: tonsil menghalangi jalan nafas
5) Makanan / cairan
DS : nyeri saat
menelan (pharingitis), nafsu makan berkurang
DO : mulut bau,
ludak menumpuk dalam kavum oris, tanda-tanda dehidrasi
6) Neurosensori
DS : rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar,
kelemahan.
DO
: status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung, tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan dan lemas.
7)
Nyeri/kenyamanan
DS
: nyeri menelan, sakit kepala
DO
: memegang kerongkongan
8) Keamanan
DS : demam
9)
Penyuluhan
pembelajaran
b. Masalah perawatan
Dari data diatas
diperoleh masalah keperawatan yaitu:
1) Nyeri
2)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3) Kekurangan
volume cairan
4) Bersihan
jalan nafas tak efektif
5) PK
: RHD
2. DIAGNOSA PERAWATAN yang
mungkin muncul sebagai berikut :
a. Nyeri
b/d pertegangan syaraf sekunder terhadap
pembesaran tonsil ditandai dengan adanya gambaran nyeri ( meringis, tegang,
menangis ) , perubahan tanda vital ( tachycardi ).
b. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang ditandai dengan TB/
BB tidak seimbang , pasien tidak dapat menghabiskan makanan yang disajikan.
c. Kekurangan
volume cairan b/d intake yang kurang
ditandai dengan turgor jelek, kulit kering, produksi urine < 30 cc / jam,
mual muntah, kadar elektrolit menurun.
d. Bersihan jalan nafas tak efektif berbungan dengan pembesaran tonsil
e. Hipertermi
b/d proses peradangan ditandai dengan suhu di atas 38 C.
f. PK
: RHD.
Prioritas
diagnosa keperawatan berdasarkan berat ringannya masalah adalah sebagai berikut
:
1.
Nyeri b/d pertegangan syaraf sekunder terhadap
pembesaran tonsil ditandai dengan adanya gambaran nyeri ( meringis, tegang,
menangis ) , perubahan tanda vital ( tachycardi ).
2.
Kekurangan volume
cairan b/d intake yang kurang ditandai
dengan turgor jelek, kulit kering, produksi urine < 30 cc / jam, mual
muntah, kadar elektrolit menurun.
3.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, ditandai dengan TB/ BB
tidak seimbang , pasien tidak dapat menghabiskan makanan yang disajikan
4.
Hipertermi b/d proses
peradangan ditandai dengan suhu > 38
C
5.
Bersihan
jalan nafas tak efektif berbungan dengan
pembesaran tonsil
6.
PK : RHD.
5. EVALUASI
Evaluasi
dilakukan mengacu pada tujuan yang telah ditetap kan pada ktritereia tujuan
yaitu :
a. Diagnosa 1
-Pasien menyatakan nyer
-Pasien
nampak rileks, muka tenang
- Pasien dapat
tidur/ istirahat dengan nyaman
b. Diagnosa 2
- Turgor baik
- Kulit dan mukosa
tidak kering.
- Intake sesuai output
- Tidak terjadi penurunan BB secara drastis
- Kadar
elektrolit plasma dalam batas normal
- Tidak ada mual muntah
-
Produksi uri 30- 50 cc / jam
c.
Diagnosa
3
- Kehilangan
berat badan minimal
- Intake
nutrisi adekuat
- Pasien
dapat mwenghabiskan porsi makan yang disediakan.
- Mual muntah
tidak ada
- TB dan BB
seimbang
- Iritasi
gastrointestinal berkurang
d.
Diagnosa
4
Suhu tubuh normal ( 36 – 37 C )
e.
Diagnosa
5
- Pernapasan reguler
- pengembangan
dada simetris.
- Suara
nafas vesikuler
DOWNLOAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar