1.
Pengertian
a. Suatu tindakan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan sirkulasi guna mempertahankan kelangsung hidup.
b. Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan
usaha memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari pasien
yang mengalami henti jantung dan henti nafas melalui resusitasi jantung paru.
2.
Indikasi
- Henti
jantung dan henti nafas
Henti
jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut akibatnya terjadi
penghentian sirkulasi efektif, semua kerja jantung berhenti atau terjadi
aktivitas listrik yang tidak seirama.
Henti nafas adalah berhentinya pernafasan pada pasien/ korban yang ditandai
dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara penafasan dari pasien/korban.
Merupakan kasus yang haruus segera dilakukan Bantuan Hidup Dasar.
- Ventilasi fibrilasi
Merupakan suatu keadaan dimana konstraksi yang tak korrdinasi sekaligus dari
semua otot ventrikel walaupun aliran sinyal-sinyal perangsangan yang sangat
banyak di seluruh ventrikel, ruangan di dalam ventrikel tidak membesar, tidak
berkonstraksi, dan tidak memompakan darah yang efektif. Hal-hal yang pada
dasarnya cenderung menimbulkan fibrilasi adalah (1) kejut listrik jantung jang
tiba-tiba (2) iskemia dari otot jantung.
- Asistole
Merupakan suatu keadaan dimana tidak ada gambaran systole lagi dalam EKG
(gari lurus).
3.
Konsep Fisiologis
Apa yang terjadi saat jantung berhenti berdenyut?? Empat menit pertama
jantung gagal memompakan darah terutama ke otak, maka akan mengalami kekurangan
suplai gula darah (utamanya) dan oksigen, sehingga otak mengalami iskemia.
Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible,
(waktu kritis).
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban
yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas Pompa
jantung menggunakan tangan (resusuitasi kardiopulmonal) sebagai alat untuk defibrilasi.
Bila tidak terjadi defibrilasi dalam waktu satu menit setelah fibrilasi
dimulai, jantung biasanya terlalu lemah untuk dibangkitkan kembali dengan
defibrilator sendiri karena kontraksi myocard yang tidak efektif (pemacuan).
Akan tetapi jantung masih mungkin dibangkitkan bila sebelumnya dipompa dengan
tangan dan kemudian mendefibrilasinya.
Pompa jantung menggunakan tangan (resusitasi kardiopulmonal) maka akan :
· Memberikan kesempatan
jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada fase silance.
· Mengurangi ITP (Intra
Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah
regurgitasi/ aspirasi.
· Sebenarnya dengan
mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi napas.
4.
Pengkajian dan
Diagnosa yang Mungkin Muncul
Pengkajian
pasien dengan RJP adalah menggunakan teori ABC:
a.
Pastikan aman
Lihat sekitar korban ada bahaya, singkirkan dan bawa korban ke tempat yang
aman.
b.
Periksa apakah korban atau pasien sadar
Panggil pasien, sentuh pundak/bahu pasien kalau dia tidak sadar.
c.
Panggil bantuan
Minta
bantuan teman atau telepon no darurat No 118/112 (di Indonesia banyak banget)
a. Airway
1)
Periksa jalan napas korban dengan cara : pembersihan
sumbatan jalan nafas.
2)
Bebaskan jalan nafas: head titlt chin lift & model jaw
trust
b.
Breathing
1)
Cek nafas korban (lock-feel-listen)
2)
Memastikan korban/pasien bernafas/tidak
c.
Circulation
1)
Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban
2)
Memberikan bantuan sirkulasi
d.
Defibrilasi
1)
Analisa irama jantung pasien/korban, ada indikasi untuk
pemberian shock listrik.
Prosedur
defibrilasi sebagai berikut :
2)
Paddle I ditempatkan dibawah klavikula kanan dekat tulang
dada atas
3)
Paddle II di iga ke-lima antara garis midklavikular kiri
dan garis aksilar depan kiri
4)
Bila hantaran (paddles) ditempatkan pada tempat
sedemikian rupa sehingga sejumlah aru maximal beraksi sebanyak mungkin pada
miokardium. Aktivitas elektrik dengan kontraksi kardiak yang efektif dapat
dihasilkan bila miokard dapat oksigen dalam jumlah yang cukup dan bila pusat
pacu mengambil alih kembali.
5)
Sementara jangan sentuh korban.
Diagnosa yang mungkin muncul adalah
Henti
nafas berhubungan dengan jalan nafas tersumbat.
Intervensi
keperawatan
1.
Memperbaiki posisi korban
R/ untuk
melakukan tindakan BHD yang efektif, pasien harus dalam posisi terlentang dan
berada pada permukaan yang rata dan keras. Penolong harus membalikan pasien
sebagai satu kesatuan antara kepala, leher, dan bahu digerakkan secara
bersama-sama (kontrol servikal).
2.
Mengatur posisi penolong
R/ : agar
penolong dapat memberikan pertolongan dengan tepat dan efektif.
3.
Airway (jalan nafas)
a.
Pemeriksaan jalan nafas
Tindakan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan nafas oleh benda
asing. Jika ada sumbatan berupa cairan dapat dibershkan dengan jari telunjuk
atau jari tengah yang dilapisi sepotong kain kassa sedangkan sumbatan karena
benda padat atau gigi palsu dapat dikorek menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokan, mulut dapat dibuka dengan teknik cross finger, dimana jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut pasien.
b.
Membuka jalan nafas
R/ agar
pasien dapat kembali bernafas.
Setelah
jalan nafas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, pada umumnya pasien
tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan epiglotis menutup faring dan
laring, inilah yang menyebabkan sumbatan jalan nafas, pembebasan jalan nafas
oleh lidah dan dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala dagu diangkat (head
told and chin lift), jika dicurigai adanya cedera servikal jangan dilakukan
manuver tengadah, lakukan jaw thrust (Dorong rahang bawah ke depan pada
sendinya tanpa menggerakkan kepala leher).
4.
Memastikan pasien bernafas atau tidak dengan cara
menolong harus kembali memeriksa pernafasan pasien dengan (Look – Feel –
Listen), lakukan tidak boleh melebihi 10 detik, bila bernafas pertahankan jalan
nafas dan atur posisinya agar aman, bila tidak bernafas, beri 2 kali hembusan
dalam 1 detik tiap bantuan nafas dengan interval kira-kira 5 sampai 6 detik via
(mouth-mouth, mouth-hidung, mouth-sungkup, ambu bag), volum udaya yang
dihembuskan 10 ml/kg. Untuk anak-anak dan infant lakukan 2 kali (dada
mengembang) tiap bantuan nafas agar ada ada ekshalasi dengan interval 3 sampai
5 detik.
Persiapan
alat
RJP
dilapangan gunakan tissue untuk membatasi antara mulut pasien dengan mulut
penolong
Persiapan
pasien :
1.
Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka
secara umum posisi penderita terlentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah
ke organ-organ vital.
2.
Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang,
penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali
untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan nafas.
3.
Penderita yang mengalami luka parah pada bagian muka atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring
miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari
sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah penanganan yang sangat penting
adalah meyakinkan bahwa salurna nafas tetap terbuka untuk menghindari
terjadinya asfiksia.
4.
Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan
telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala
lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5.
Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya
penderita dibaringkan dengan posisi terlentang datar.
6.
Pada penderita shock hypovolemik, baringkan penderita
terlentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung
lebih besar dan tekanand arah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi
lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya
kembali.
Persiapan
lingkungani :
1.
Cari tempat yang aman dan nyaman untuk melakukan
resusitasi
2.
Persiapkan alas untuk tidur pasien (jika memungkinkan)
3.
Siapkan lingkungan yang jauh dari keramaian untuk
memudahkan melakukan resusitasi.
HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN :
a.
Ventilasi buatan (mulut ke mulut) dilakukan segera,
kepala ditengadahkan kebelakang dan dagu diangkat untuk meregangkan jalan nafas
dan memajuklan, lidah dalam menyiapkan ventilasi mulut ke mulut, teknik baru
menganjurkan penghentian ventilasi 1,5 detik dan sedikit kekuatan dan tekanan
pada ekshaiasi sehingga esopagus tidak teruka (yang memungkinkan udara di bawah
tekanan mengaliri ke lambung). Sepanjang tindakan tersebut, kompresi dada harus
dilakukan sebanyak 80-100 kali permenit.
b.
Kompresi jantung eksternal
· Lakukan kombinasi
nafas buatan dan kompresi jantung luar dengan perbandingan 30:2 (baik 1 atau 2
penolong), dengan teknik sebagai berikut;
· Dengan jari telunjuk
dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu
dengan tulang dada
· Dari pertemuan tulang
sternum diukur kurang lebih 2 atau 3 jari keatas daerah tersebut merupakan
tempat untuk tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
· Letakkan jari-jari kedua
tangan atau saling mengait untuk memastikan bahwa penekanan yang dilakukan
tepat pada sternum dan tidak pada tulang iga atau bagian atas perut.
· Dekatkan badan
penolong vertikal diatas pasien dengan berumpu pada kedua tangan diluruskan
diatas sternum pasien dan tekan sternum tegak lurus sedalam 3,8 5cm.
· Lepaskan tekanan tanpa
melepas kontak antara tangan dan sternum pasien, kemudian ulangi
penekanan/kompresi jantung luar dengan kecepatan 100x/menit (dilakukan 4
siklus/menit, berarti hampir 2x kompresi dalam 1 detik).
· Kombinasikan kompresi
dan nafas buatan : setelah 30x kompresi, berikan nafas buatan yang efektif
sebanyak 2x.
· Tidak ada penundaan
antara kompresi nafas buatan kompresi lagim sehingga jeda waktu tidak lama,
lanjutkan resusitasi sampai:
-
Pertolongan diambil oleh yang lebih ahli
-
Pasien mulai bergerak/ada nafas spontan
-
Penolong kelelahan (harusnya penolong diganti tiap 2
menit, bila jumlah penolong memadai)
· Bila pasien/korban
tak ada luka tetapi tak berespon dengan bantuan nafas, atur posisinya agar
miring ke samping (lateral position) agar lidah tak jatuh kebelakang dan
menyumbat saluran nafas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar