A.
Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Solusio Placenta adalah terlepasnya sebagian atau
keseluruhan placenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) sebelum janin
lahir, dengan disertai perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau berat janin di
atas 500 gram.
2.
Epidemiologi
Insiden
solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur
lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio
plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan. Slava dalam
penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari
seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden
solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian
Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500
persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas
tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750
persalinan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering
didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat
menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang
dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan
0,5% terjadi solusio plasenta.
Menurut data
yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
(RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan.
Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14%
solusio plasenta sedang dan 86% solusio
plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita
terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian
penderita maupun dokternya.
Sedangkan
penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode
2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan
(0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan.
3.
Etiologi
Penyebab
primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis
kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia dapat
menyebabkan solution plasenta. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa
terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari
wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik dan
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi
antara lain :
ü Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
ü Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat
pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan
persalinan.
ü Trauma langsung, seperti terjatuh atau terkena
tendangan
3. Faktor usia ibu
Dalam
penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan
kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.
4. Faktor penggunaan
kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan
peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana
bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan
dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain
dilaporkan berkisar antara 13-35%.
5. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan
penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang
merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang
perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas
pada mikrosirkulasinya.
6. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan
menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko
berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta sebelumnya.
7. Pengaruh lain, seperti anemia,
malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan
pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan.
8.
Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta,
dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan
plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit
mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu,
serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah
plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung
terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi
bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan
terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar
melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau
mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat akan terjadi suatu
kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara
makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau
ungu. Uterus pada kondisi seperti ini
(Uterus Couvelaire) akan
terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat
diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan
menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada
keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi
gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat
tubuh lainnya.
9.
Klasifikasi
Ø Menurut derajat lepasnya plasenta, solusio
plasenta diklasifikasikan menjadi :
a.
Solusio
plasenta partsialis : bila hanya sebagian plasenta terlepas dari tempat
pelekatnya.
b.
Solusio
plasenta totalis : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
c.
Prolapsus
plasenta : bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
Ø Menurut derajatnya, solusio plasenta
dibagi menjadi :
a
Solusio
plasenta ringan
Ruptur sinus
marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak
akan menyebabkan perdarahan pervaginan berwarna kehitaman dan sedikit. Perut
terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah
diraba.
b
Solusio
plasenta sedang
Plasenta
telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat timbul perlahan
atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu perdarahan pervaginan.
Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga
bagian-bagian janin susah diraba serta bunyi jantung janin susah
didengar. Walaupun perdarahan pervaginam
dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
mungkin telah berada dalam keadaan gawat
c
Solusio
plasenta berat
Plasenta
telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya
ibu telah jatuh dalam keadaan shock dan janinnya telah meninggal. Uterus
teraba sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
10. Gejala
Klinis
a.
Perdarahan
biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna kehitam-hitaman
yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri
perut, uterus tegang, perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan kematian
janin intra uterin.
b.
Tanda vital
dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
c.
Nyeri tekan
uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut jantung janin
sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur
darah.
11. Pemeriksaan Diagnostik
i.
Pemeriksaan
laboratorium
ü Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder
dan leukosit.
ü Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin,
hemotokrit, trombosit, waktu protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin,
parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
ii.
Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara
lain :
ü Terlihat daerah terlepasnya plasenta
ü Janin dan kandung kemih ibu
ü Darah
ü Tepian plasenta
iii.
Kardioktokgrafi : untuk
mengetahui kesejahteraan janin
12. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin
tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya
solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
a.
Syok hemoragik
b.
Gagal ginjal. Gagal ginjal
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta dan
pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang
terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi
akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu
oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus
secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia, secepat
mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c.
Kelainan pembekuan darah.
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia.
d.
Apoplexi uteroplacenta (Uterus
Couvelaire). Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot
rahim dan di bawah perimetrium dan terkadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah
menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus
ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu
menghentikan perdarahan.
Ø Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian
13. Penatalaksanaan
a.
Konservatif
Menunda pelahiran mungkin
bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta hanya berderajat
ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman.
Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia
dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat
dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta
yang nyata secara klinis.
b.
Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang
hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan
ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila
terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal
lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian
deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara
agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas klien secara lengkap
b.
Keluhan
utama
ü Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri.
ü Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena
isi rahim bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta,
sehingga rahim tegang.
ü Perdarahan yang berulang-ulang.
c.
Riwayat
penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman
karena membentuk gumpalan darah, darah yang keluar sedikit banyak, terus
menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya
pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat
pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.
d.
Riwayat
penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah
menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek atau trauma
uterus.
e.
Riwayat
psikologis
Pasien cemas karena mengalami
perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
f.
Pemeriksaan
fisik
1)
Keadaan umum
ü Kesadaran : composmetis s/d apatis
ü Postur tubuh : biasanya gemuk
ü Raut wajah : biasanya pucat
2)
Tanda-tanda
vital
ü Tensi : normal sampai turun (syok)
ü Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
ü Suhu : normal / meningkat (> 37o
c)
ü RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
3)
Pemeriksaan
cepalo caudal
ü Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak
mudah mengelupas rambut biasanya rontok / tidak rontok.
ü Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
ü Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
ü Mata : conjunctiva anemis
ü Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas
cepat dan dangkal
ü Abdomen
·
Inspeksi :
perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan
ligra
·
Palpasi
rahim keras, fundus uteri naik
·
Auskultasi :
tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
ü Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina,
vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat farises pada
kedua paha / femur.
ü Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot
menurun.
g.
Pemeriksaan
Penunjang
ü Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen,
elektrolit.
ü USG untuk mengetahui letak plasenta,usia
gestasi, keadaan janin.
ü Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin
2.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan
perfusi jaringan b.d. perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis,
akral dingin, Hb turun, muka pucat, dan lemas.
2.
Risiko
tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta
berkurang.
3.
Nyeri akut
b.d. kontraksi uterus ditandai terjadi distress/ pengerasan uterus, nyeri
tekan uterus.
4.
Cemas b.d.
kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya.
5.
Risiko
terjadinya shock hemoragik b.d. perdarahan
3. Rencana Keperawatan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Rencana Keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
perfusi jaringan b.d. perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis,
akral dingin, Hb turun, muka pucat, dan lemas.
|
Setelah diberikan askep,
diharapkan perfusi jaringan pasien adekuat, dengan kriteria hasil :
·
Conjunctiva
tidak anemis
·
Akral
hangat
·
Hb normal
·
Muka tidak
pucat, dan pasien tidak lemas.
|
Monitor tanda tanda vital
|
TD, frekuensi nadi yang rendah,
frekuensi RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah
|
Observasi tingkat pendarahan setiap 15-20
menit
|
Mengantisipasi terjadinya shock
|
|||
Catat
intake dan output
|
Produksi urin yang kurang dari
30 ml/jam menunjukkan penurunan fungsi ginjal
|
|||
Kolaborasi dalam pemberian
terapi infuse isotonik
|
Cairan infus isotonic dapat
mengganti volume darah yang hilang akibat pendarahan
|
|||
Kolaborasi dalam pemberian
tranfusi darah apabila Hb rendah
|
Tranfusi darah dapat menggan
volume darah yang hilang akibat pendarahan
|
|||
2.
|
Risiko
tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta
berkurang .
|
Setelah diberikan askep,
diharapkan tidak terjadi fetal distress, dengan kriteria hasil:
·
DJJ normal/terdengar
·
Adanya pergerakan bayi
·
Bayi lahir selamat
|
Jelaskan risiko terjadinya
distress janin/kematian janin pada ibu
|
Memberikan penjelasan
mengenai risiko terjadinya distress janin pada klien membuat klien
kooperatif pada setiap tindakan yang akan diberikan
|
Observasi perubahan frekuensi
dan pola DJ janin
|
Penurunan frekuensi plasenta
mengurangi kadar oksigen janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi
jantung janin
|
|||
Berikan O2 10-12 liter dengan
masker jika terjadi tanda-tanda fetal distress
|
Meningkatkan supali oksigen
janin
|
|||
3.
|
Nyeri akut
b.d. kontraksi uterus ditandai terjadi distress/ pengerasan uterus,
nyeri tekan uterus
|
Setelah diberikan askep,
diharapkan klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dideritanya, dengan
kriteria hasil :
·
Klien
dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
·
Klien kooperatif dengan
tindakan yang diberika
|
Jelaskan
penyebab nyeri pada klien
|
Memberikan informasi mengani
penyabab nyeri yang dideritanya akan membuat klien kooperatif dengantindakan
yang akan diberikan
|
Ajarkan teknik relaksasi
distraksi pernapasan
|
Teknik relaksasi distraksi
pernapasan dapat mendorong klien relaks dan memberikan klien cara mengatasi
dan mengontrol tingkat nyeri
|
|||
Berikan
posisi yang nyaman (miring ke kiri / kanan)
|
Posisi
miring mencegah penekanan pada vena cava
|
|||
Berikan teknik relaksasi
massage pada perut dan punggung
|
Meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan kooping dan kontrol klien terhadap nyeri
|
|||
Libatkan suami dan keluarga
dalam tindakan pengontrolan nyeri
|
Melibatkan suami dan keluarga
dapat memberikan dukungan mental kepada klien
|
|||
Kolaborasi dalam pemberian obat
analgetik
|
Obat analgetik dapat mengurangi
nyeri yang dirasakan klien dengan memblok impuls nyeri
|
|||
4.
|
Cemas b.d.
kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya
|
Setelah diberikan askep,
diharapkan klien tidak cemas dan dapat
mengerti tentang keadaannya, dengan kriteria hasil :
·
Klien melaporkan cemas
berkurang
·
Klien tampak tenang dan tidak
gelisah
|
Anjurkan
klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan
|
Mengungkapkan perasaan tentang
hal-hal yang dicemaskan dapat mengurangi beban pikiran klien
|
Beri
penjelasan tentang kondisi janin
|
Mengurangi kecemasan klien
mengenai kondisi janinnya
|
|||
Beri
penjelasan tentang kondisi klien
|
Mengurangi kecemasan klien
mengenai kondisinya
|
|||
Anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan memberi dukungan kepada klien
|
Dukungan keluarga dapat
memberikan rasa aman kepada klien dan mengurangi kecemasan klien
|
|||
Anjurkan penggunaan/kontinuitas
teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
|
Memberikan perasaan rileks
sehingga dapat menurunkan kecemasan klien
|
|||
5.
|
Risiko
terjadinya shock hemoragik b.d. perdarahan
|
Setelah diberikan askep,
diharapkan shock hipovolemik tidak
terjadi, dengan kriteria hasil :
·
Perdarahan
berkurang
·
TTV normal
·
Kesadaran
komposmentis
|
Kaji pendarahan setiap 15-30
menit
|
Mengetahui
adanya gejala syok sedini mungkin.
|
Oservasi TTV setiap 15 menit
dan apabila TTV normal, observasi TTV dilakukan setiap 30 menit
|
Mengetahui kondisi klien dan
untuk mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin
|
|||
Awasi
adanya tanda-tanda syok, pucat, keringat dingin, dan kepala pusing.
|
Mendeteksi adanya gejala syok
sedini mungkin
|
|||
Kolaborasi dalam pemberian
terapi cairan
|
Mempertahankan volume cairan
sehingga sirkulasi bisa adekuat
|
4. Evaluasi
No. Dx
|
Evaluasi
|
1
|
Perfusi jaringan pasien adekuat
|
2
|
Fetal distress tidak terjadi
|
3
|
Klien dapat mengontrol nyeri
yang dideritanya
|
4
|
Cemas klien berkurang atau
hilang
|
5
|
Shock hipovolemik tidak
terjadi
|
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif. Dkk.
2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarata : EGC.
NANDA, 2007. Nursing
Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008, NANDA
International,
Philadephia.
Limas, Endri. (2010).
Askep dan LP Solusio Plasenta. (Akses
tanggal 22 Maret 2014). file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html
Anonimous. (2008). Karakteristik Kasus Solusio Plasenta
di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1
Januari 2002-31 Desember 2006.
(Akses tanggal 22 Maret 2014).
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-plasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-periode-1-januari-2002-31-desember-2006/
Anonimous. (2009). Askep Solusio Plasenta. (Akses tanggal 22 Maret 2014). http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html
Anonimous. (2009). Solusio Plasenta. (Akses tanggal 22 Maret 2014). http://askep-askeb.cz.cc/2010/03/solusio-plasenta.html#axzz0y6Pwti9X
Tidak ada komentar:
Posting Komentar