A. Konsep Dasar Penyakit
1.
Definisi/Pengertian
Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner and Suddart, 2002 : 1220).
Diabetes Melitus adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 2001 : 580).
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif yang dapat menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
2.
Epidemiologi/Insiden kasus
(Suyono, 2001)
§ Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara
barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi.
Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada
masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa
dewasa.
§ Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan
(lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 30 dengan catatan pada
dekade ketujuh kekerapan diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi
daripada rata-rata orang dewasa.
§ Diabetes Melitus Tipe Lain
§ Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul
selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada
janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi (Arif
Mansjoer, 2001 : 580)
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan
oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung
Insulin (DMTTI) disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel beta tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmapuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
4.
Komplikasi diabetes melitus
a.
Akut :
Ø Koma hipoglikemia
Ø Ketoasidosis
Ø Koma hiperosmolar nonketotik
b.
Kronik :
Ø Makroangiopati , mengenai pembuluh darah besar ; pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
Ø Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil ; retinopati diabetik,
nefropati diabetik.
Ø Neuropati diabetik
Ø Rentan infeksi seperti : TB paru,
ginggivitis, dan ISK.
Ø Kaki diabetik.
5. Patofisiologi DM
PENJELASAN
Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino
serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak
ditangani akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II
terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu retensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
untuk
mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II.
WOC
6.
Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama adalah :
(Brunner and Suddarth)
a. Tipe I : Diabetes Melitus tergantung
insulin (Insulin dependent diabetes
mellitus atau IDDM). Ciri-ciri klinis dari DM Tipe I ini yaitu awitan
terjadi pada segala usia, tetapi biasanya pada usia muda (<30 tahun),
biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan penurunan berat badan yang
baru saja terjadi, etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan
misalnya virus, sering memiliki antibodi terhadap insulin meskipun belum pernah
mendapatkan terapi insulin, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki
insulin, komplikasi akut hiperglikemi : ketoasidosis diabetik.
b. Tipe II : Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (Non Insulin dependent
diabetes mellitus atau NIDDM). Ciri-ciri klinis dari DM tipe II ini yaitu
awitan terjadi pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun, biasanya bertubuh
gemuk pada saat didiagnosis, etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau
lingkungan, penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi
insulin, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau
menderita infeksi, komplikasi akut : sindrom hiperosmoler nonketotik).
7.
Gejala klinis
Gejala
klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam
hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat
lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg. Kadang-kadang ada
pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui
adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan ditemukan kadar glukosa
darahnya tinggi.
|
DM Tipe 1
|
DM Tipe 2
|
Nama lama
Umur (th)Keadaan klinik saat diagnosis Kadar insulin Berat badan Pengobatan |
DM Juvenil
Biasa <40 Berat Tak ada insulin Biasanya kurus Insulin, diet, olahraga |
DM dewasa
Biasa >40 Ringan Insulin cukup/tinggi Biasanya gemuk/normal Diet, olahraga, tablet, insulin |
Tabel Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan DM Tipe 2
8.
Diagnosis
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya
gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemas, dan berat badan
turun. Gejala lain yang
mungkin dikemukakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensia pada pasien pria, serta pruritus dan vulvae pada pasien wanita. Jika
keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang
>200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil
pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu kali saja abnormal belum cukup
untuk diagnosis klinis DM.
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah
meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2
jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2
kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang
berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Suyono, 1996 : 593).
Cara pemeriksaan TTGO : (Arif
Mansjoer, 2001 : 581)
§ Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
§ Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak
terlalu banyak
§ Pasien puasa semalam, selama 10-12 jam
§ Glukosa darah puasa diperiksa
§ Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan
dalam air 250 ml, dan diminum selama / dalam waktu 5 menit
§ Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2
(dua) jam sesudah beban glukosa
§ Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa
tetap istirahat dan tidak merokok
WHO merekomendasikan
pengambilan sampel 2 jam sesudah konsumsi glukosa yaitu : (Brunner and Suddarth,
2002 : 1225)
§ Glukosa plasma sewaktu/random >
200mg/dl (11,1 mmol/L)
§ Glukosa plasma puasa/nuchter >140 mg/dl
(7,8 mmol/L)
§ Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2
jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 g karbohidrat (2 jam postprandial/pp) >
200 mg/dl (11,1 mmol/L).
9.
Therapi/tindakan pengobatan
A. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah
prilaku pasien untuk meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
B. Perencanaan makanan (Diet)
Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut :
1.
Memberikan semua unsur makanan
esensial (misalnya vitamin dan mineral).
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan
yang sesuai.
3.
Memenuhi kebutuhan energi.
4.
Mencegah fluktuasi kadar
glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati
normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar
ini meningkat.
C. Farmakologis,
berupa:
1.
Obat Hipoglikemik Oral
a.
Sulfonilurea, obat golongan
sulfonilurea bekerja dengan cara :
ü Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
ü Menurunkan ambang sekresi insulin.
ü Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya
diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada
pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada
kaedaan insufisiesi renal dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang
berkepanjangan, demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat
dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga diberikan
pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa
darah tapi tidak sampai dibawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah
metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (Indek Masa Tubuh/IMT >30)
sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat
dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea.
c. Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara
kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase didalam saluran cerna, sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
2.
Insulin
Insulin
diperlukan pada keadaan :
ü Penurunan berat badan yang cepat
ü Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
ü Ketoasidosis diabetik
ü Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
ü Hiperglikemia dengan asidosis laktat
ü Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik
oral (OHO) dosis hampir maksimal
ü Stres berat (Infeksi sitemik, operasi
besar, IMA, stroke)
ü Kehamilan dengan DM/diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali
ü Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
ü Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO
Jenis
dan lama kerja Insulin
Berdasarkan
lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni :
Ø Insulin kerja cepat (rapid
acting insulin)
Ø Insulin kerja pendek (short
acting insulin)
Ø Insulin kerja menengah (intermediate
acting insulin)
Ø Insulin kerja panjang (long
acting insulin)
Ø Insulin campuran tetap (premixed
insulin)
Efek
samping terapi insulin
v Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia.
v Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Cara
penyuntikan insulin
o
Insulin
umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaan
kulit.
o
Pada
keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
o
Terdapat
sediaan insulin campuran (Mixed Insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja
menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat
sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain,
dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
o
Lokasi
penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan insulin harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
o
Apabila
diperlikan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama.
D. Manfaat Olahraga bagi Diabetisi :
§ Mengendalikan kadar glukosa darah
§ Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah
kegemukan)
§ Membantu mengurangi stres
§ Memperkuat otot dan jantung
§ Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
§ Membantu menurunkan tekanan darah
E.
Perawatan dirumah, sebagai
seorang diabetesi sering mengalami gangguan sirkulasi pada kaki sehingga mudah
terkena infeksi bakteri dan jamur sehingga perlu perawatan kaki. Perawatan
tersebut meliputi :
ü Hentikan kebiasaan merokok
ü Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus,
bula, luka lecet ; gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari
kaki.
ü Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, lalu keringkan dengan baik
terutama dicelah jari kaki.
ü Pakailah krim khusus untuk kulit yang kering, tetapi hindari
pemakaian pada celah jari kaki.
ü Jangan menggunakan bahan kimia untuk
menghilangkan kalus.
ü Hindari penggunaan air panas atau bantal
pemanas.
ü Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan
terlalu dalam.
ü Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki
terasa dingin ; ganti kaos kaki setiap hari.
ü Jangan berjalan tanpa alas kaki.
ü Pakailah sepatu dari kulit yang cocok
untuk kaki.
ü Periksa bagian dalam sepatu setiap hari
sebelum memakainya ; periksa adanya benda asing.
ü Hindari trauma yang berulang.
ü Periksa dini rutin ke dokter dan periksa
kaki anda setiap kali kontrol walaupun ulkus/gangren telah sembuh.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktek keperawatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang saling
berhubungan yaitu :
1.
Pengkajian
Data
Subyektif :
·
Pasien mengatakan banyak minum.
·
Pasien
mengatakan sering kencing, sering makan.
·
Pasien
mengatakan penglihatannya mulai kabur.
·
Pasien mengatakan sering
kesemutan.
·
Pasien mengatakan konsentrasinya
mulai terganggu.
Data Objektif :
·
Nafas bau aseton.
·
Poliuri, polipagi, polidipsi.
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada pasien DM adalah : (Brunner and Suddarth, NANDA 2006, Carpenito 2000)
1)
Kurang
volume cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan dehidrasi.
2)
Perubahan
nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan berlebih/polifagia.
3)
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan frekwensi miksi yang sering/poliuria.
4)
Perubahan sensori-perseptual
berhubungan dengan perubahan kimia endogen : ketidak seimbangan glukosa/
insulin dan/atau elektrolit.
5)
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
6)
PK Hipoglikemia.
7)
Risiko
tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penurunan sensibilitas akibat
komplikasi DM.
8)
PK GGK.
9)
PK Hipertensi
10)
PK Ketoasidosis diabetikum.
11)
PK Gangren.
3.
Rencana tindakan
Pada tahap penyusunan rencana tindakan, hal
yang dilakukan adalah : menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menentukan
tujuan, menentukan kriteria evaluasi dan menentukan rencana tindakan.
a.
Prioritas diagnosa keperawatan
Adapun prioritas diagnosa keperawatan
yang dapat disusun adalah :
1) Kurang
volume cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan dehidrasi.
2)
PK
Hipoglikemia.
3)
PK
Ketoasidosis diabetikum.
4)
Perubahan
nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
berlebih/polifagia.
5)
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan frekwensi miksi yang sering/poliuria.
6)
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
7)
Perubahan sensori-perseptual
berhubungan dengan perubahan kimia endogen : ketidak seimbangan glukosa/
insulin dan/atau elektrolit.
8)
Risiko
tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penurunan sensibilitas akibat
komplikasi DM.
9)
PK Gangren.
10)
PK GGK.
11)
PK Hipertensi
b.
Perencanaan
Merupakan petunjuk tertulis yang disusun
dengan komponennya yaitu nomor, hari, tanggal, jam, nomor diagnosa keperawatan,
rencana tindakan serta rasional dalam satu tabel.
Perencanaan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus (DM)
No
|
Hr/tgl/jam
|
No
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
|
1
2
3
4
|
§ Pantau tanda-tanda vital pasien, turgor
kulit pasien.
§ Pantau masukan dan pengeluaran, catat
berat jenis urine.
§ Ukur berat badan setiap hari.
§ Anjurkan pasien untuk mengikuti jadwal
diet yang telah diprogramkan.
§ Pantau jadwal makan pasien.
§ Pantau kadar glukosa darah serta keton
urine dan obat-obatan diberikan sesuai resep.
§ Berikan insulin dan cairan infus apabila
terjadi hiperglikemia dan ketoasidosis.
§ Pantau kondisi fisik pasien, kadar glukosa darah, nilai-nilai
laboratorium.
|
§ Untuk mendeteksi adanya tanda-tanda dehidrasi : Takikardia,
hipotensi orthostatik.
§ Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
§ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
§ Pasien tidak menunda jadwal makan
sehingga tidak terjadi hipoglikemia.
§ Menghindari kemungkinan terjadinya
hipoglikemia.
§ Untuk memeriksa kemungkinan tanda dan
gejala hiperglikemia dan ketoasidosis.
§ Untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah.
§ Untuk menemukan tanda-tanda ketoasidosis atau sindrom HHNK.
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
|
5
6
|
§ Perbaiki status nutrisi melalui
pemberian diet yang direncanakan bagi pasien DM.
§ Pantau asupan nutrisi pasien setiap hari dan kaji catatan glukosa
darah
§ Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makan sesuai dengan
indikasi.
§ Batasi masukan cairan waktu malam dan
berkemih sebelum berbaring.
§ Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.
§ Berikan penyuluhan kepada pasien tentang penyakit DM, perawatan
mandiri.
§ Konsultasi dengan ahli diabetes.
§ Berikan pelajaran kepada keluarga pasien
dalam penatalaksanaan diabetes.
§ Ajarkan pasien keterampilan sederhana : bentuk terapi, pengenalan
terapi serta pencegahan komplikasi akut dan informasi praktis.
|
§ Mampu mengendalikan kadar glukosa darah
dengan mempertimbangkan masalah kesehatan primer, gaya hidup, latar belakang
budaya, tingkat aktivitas dan makanan kesukaan pasien.
§ Untuk mengetahui pola hipoglikemia dan
hiperglikemia pada saat yang sama.
§ Meningkatkan rasa keterlibatannya,
memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
§ Istirahat pada malam hari tidak
terganggu.
§ Menghindari ansietas pada pasien karena
sering berkemih pada malam hari.
§ Strategi penting untuk mempersiapkan pasien melaksanakan perawatan
mandiri.
§ Untuk mengetahui berbagai alat pemantau kadar glukosa darah dan
alat-alat lain yang dapat digunakan oleh pasien yang memiliki cacat fisik.
§ Keluarga pasien dapat membantu pasien dalam penatalaksanaan
diabetes.
§ Memudahkan pasien untuk melakukan perawatan sederhana dirumah.
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
|
7
|
§ Pantau tanda-tanda vital dan status
mental
§ Jadwalkan intervensi keperawatan agar
tidak mengganggu waktu istirahat pasien.
§ Panggil pasien dengan nama, orientasikan
kembali sesuai dengan kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang dan
waktu. Berikan penjelasan
yang singkat dengan bicara perlahan dan jelas.
§ Selidiki adanya keluhan parestesia,
nyeri, atau kehilangan sensori pada paha /kaki. Lihat adanya ulkus,
daerah kemerahan, tempat-tempat tertekan. Kehilangan denyut nadi perifer.
§ Evaluasi lapang pandang penglihatan
sesuai dengan indikasi.
§ Berikan tempat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan kaki/ tangan,
hindari terpajan terhadap air panas atau dingin atau penggunaan bantalan/
pemanas.
§ Bantu pasien dalam ambulasi atau
perubahan posisi.
|
§ Sebagai dasar untuk membandingkan temuan
abnormal. Seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
§ meningkatkan tidur, menurunkan rasa
letih, dan dapat memperbaiki daya pikir.
§ Menurunkan kebingungan dan membantu
untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
§ Neuropati perifer dapat mengakibatkan
rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/ distrorsi yang
mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan
kesimbangan.
§ Edema/ lepasnya retina. Hemoragis,
katarak atau paralisis otot ekstraokuler sementara mengganggu penglihatan
yang memerlukan terapi korektif dan / atau perawatan penyokong.
§ Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan
kemungkinan kerusakan kulit karena panas.
§ Meningkatkan keamanan pasien terutama
ketika rasa keseimbangan dipengaruhi.
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
|
8,9
10,
11
|
§ Kaji perawatan kulit setiap hari.
§ Bersihkan kaki dengan air hangat dan
sabun.
§ Hindari perendaman kaki yang berlebihan.
§ Keringkan kaki dengan cermat dan berikan
lotion pada seluruh kaki kecuali pada celah antara jari-jari kaki.
§ Gunakan sepatu yang nyaman dan tidak
sempit.
§ Diet rendah protein.
§ Mengontrol tekanan darah pasien setiap
hari.
|
§ Memeriksa apakah terdapat kering atau
pecah-pecah.
§ Menjaga hygiene kulit.
§ Menghindari kelembaban kulit sehingga
tidak mudah mengelupas.
§ Kulit kaki tidak lembab dan mudah
mengelupas.
§ Menghindari terjadinya luka lecet pada
kaki.
§ Mengatasi kebocoran awal sejumlah kecil
protein dari ginjal.
§ Dapat mengendalikan hipertensi dengan
pemberian captopril dan mengurangi proteinuria dini.
|
DAFTAR PUSTAKA
-
Brunner & Suddart. (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta .
-
Cahyono, B. (2007), “Diabetes
Melitus”, Available: http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.
(Accessed: 2008, Pebruari 18).
-
Carpenito, L.J. (2001) Handbook of Nursing Diagnosis (Buku
terjemahan), Ed.8. EGC,
Jakarta.
-
Mansjoer,
A. (2001), Kapita Selekta Kedokteran,
Jilid 1, Ed.3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
-
Suyono,
S. (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
jilid I, Ed.3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
-
Soegondo,
S. (2006), Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus di Indonesia, Perkeni FKUI, Jakarta.
-
Yasin,
S. (2006). “Asuhan Keperawatan Pada DM”, available: http://www.siaksoft.net/index.html (Accessed: 2008, Pebruari 18).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar